Ahli Gizi Soroti Menu Tak Sehat MBG, BGN Ubah Ketentuan Soal Koki Dapur SPPG
Ahli gizi dr Tan Shot Yen mengkritik menu yang disajikan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia menyampaikan pandangannya itu dalam rapat bersama Komisi XI DPR.
Dalam rapat itu, ia menyampaikan kegelisahannya akan menu MBG seperti burger, spaghetti dan produk olahan sebagai menu MBG. Dia menekankan menu tersebut tidak layak dikonsumsi anak-anak.
Dia menyarankan agar MBG menyediakan menu makanan bergizi dari tiap daerah. “Saya ingin anak Sulawesi bisa makan kapurung. Tapi yang terjadi dari Lhoknga (Aceh) sampai dengan Papua yang dibagi adalah burger, di mana tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia,” kata Tan dikutip dari siaran YouTube TV Parlemen, Kamis (25/9).
Pada kesempatan itu, ia meminta untuk menghentikan distribusi makanan kering yang mengacu pada produk industri sebagai Ultra-Processed Food (UPF), atau makanan yang melewati serangkaian proses pengolahan industri dan mengandung banyak zat kimia. Ia mendorong agar makanan lokal menjadi menu MBG.
“Alokasikan menu lokal sebagai 80% isi MBG di seluruh wilayah,” kata dia.
Ia menyadari tak semua anak suka dengan makanan lokal, namun menurutnya tak elok jika menggunakan UPF dan mengacu pada permintaan anak.
“Saya setuju bahwa ada anak yang tidak suka dengan pangan lokal. Karena mereka tidak terbiasa. Tapi bukan berarti lalu request anak-anak. Kalau request-nya cilok, mati kita,” kata dia.
BGN Terapkan SOP Baru, Koki SPPG Wajib Bersertifikat
Program MBG menuai kritik karena banyaknya kasus keracunan massal di banyak daerah. Untuk mencegah kasus terulang, Badan Gizi Nasional (BGN) mulai menerapkan standar operasional prosedur (SOP) baru.
SOP terbaru mewajibkan setiap koki di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki sertifikat dari lembaga resmi.
"Sudah diumumkan kemarin sore, semua koki yang di dapur harus bersertifikasi. Selain itu, ada kebijakan baru, yakni yayasan harus menyediakan koki pendamping," kata Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang di Cibubur, Jawa Barat, Kamis.
Nanik menegaskan hal tersebut dilakukan agar pengawasan bukan hanya dari pihak BGN, melainkan melibatkan yayasan mitra agar turut bertanggung jawab jika terjadi insiden-insiden yang tidak diinginkan atau kejadian luar biasa (KLB).
"Karena yayasan sudah menerima manfaat dari kita sewa lahan bangunannya, dia harus ikut bertanggung jawab dengan menyediakan koki, mengapa? Supaya ini kontrolnya bukan hanya dari BGN, melainkan ada kontrol juga dari pihak mitra," paparnya.
Ia mengatakan selama ini SPPG banyak melanggar SOP terkait teknik memasak, sehingga apabila ada kebijakan koki wajib bersertifikat, ia sudah tentu akan turut mengontrol agar bahan makanan dimasak sesuai SOP yang ditetapkan BGN.
Nanik menegaskan bagi SPPG yang terbukti melanggar SOP, BGN memberikan sanksi pemberhentian operasional hingga pemberhentian kepada SPPG.
Pemerintah menegaskan tak akan menghentikan MBG, meski muncul desakan sejumlah kalangan setelah kasus keracunan massal di Bandung Barat, Jawa Barat.
"Kita perbaiki tapi tidak perlu menghentikan secara total," katanya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu.
