Mantan Dirut ASDP Bacakan Pleidoi, Pertanyakan Soal Hitungan Kerugian Negara

Ade Rosman
6 November 2025, 16:33
asdp, kerugian negara, kapal
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/YU
Terdakwa kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022 Ira Puspadewi (tengah) keluar ruang sidang usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi hari ini membacakan pleidoi dalam kasus akuisisi saham PT Jembatan Nusantara pada 2019-2022.

Dalam pleidoinya, Ira menyatakan hingga dirinya ditahan tak pernah ada bukti yang menunjukkan dirinya melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut.

“Di mana letak korupsinya hingga saya ditahan? Tidak pernah ditunjukkan bukti bahwa saya telah melakukan korupsi,” kata Ira membacakan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (6/11). 

Ira mengaku baru mengetahui  bukti yang menjeratnya yakni berupa nilai kerugian negara, yang tercantum dalam laporan penghitungan kerugian negara tertanggal 28 Mei 2025.

Ia mengatakan laporan itu bukanlah hasil penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), melainkan penghitungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, bukti tersebut baru diketahui pada akhir Mei 2025 atau 3 bulan setelah ia ditahan. 

“BPKP dalam berita 4 Januari 2025 mengatakan bahwa pernah diminta untuk melakukan penghitungan kerugian negara. Namun BPKP menolak penugasan tersebut karena faktanya memang dalam pelaksanaan akuisisi ini tidak ada kerugian keuangan negara,” ujar Ira. 

Ira juga mengatakan, selama proses akuisisi berlangsung, tim BPKP telah memberikan pendampingan. Dia juga telah melakukan kajian atas valuasi saham oleh para Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) serta valuasi aset oleh KJPP Aset. 

Ira juga mengatakan, setelah transaksi akuisisi dilakukan, BPK telah melakukan audit kepatuhan sebagaimana termuat dalam laporan hasil pemeriksaan pada tanggal 14 Maret 2023.

Dia mengatakan, kesimpulan BPK menyatakan bahwa kegiatan investasi akuisisi ini telah dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku dalam semua hal yang material. Hal ini juga telah dikonfirmasi dalam persidangan pada 21 Oktober oleh saksi ahli dari BPK.

“Tapi tetap saja ada yang tega memaksakan agar kami diadili, maka kerugian dibuat menjadi lebih besar lagi, menjadi 1,253 triliun. Apakah kerugian negara sebesar 98,5% dari harga transaksi itu masuk akal?” kata Ira. 

Dalam perkara ini, Ira dituntut 8,5 tahun penjara. Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini bahwa Ira bersalah dalam kasus dugaan korupsi pada akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022.

“Meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman penjara selama 8 tahun dan 6 bulan dengan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (30/10).

Ira beserta eks Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta bekas Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono didakwa telah merugikan negara Rp 1,25 triliun dalam kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada 2019-2022. 

Jaksa KPK mengatakan, kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam. Jaksa menjelaskan perkara ini berawal dari skema kerja sama usaha (KSU) antara ASDP dan PT JN pada 2019. Namun, skema itu berubah dalam proses akuisisi pembelian saham PT JN.

Para terdakwa disebut melakukan dua keputusan direksi yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan kerja sama KSU dengan PT JN. Jaksa menyatakan para terdakwa juga menambahkan ketentuan pengecualian persyaratan untuk kerja sama KSU, serta melakukan perjanjian kerja sama KSU pengoperasian kapal antara ASDP dengan PT JN meski belum ada persetujuan dari dewan komisaris.

Jaksa juga menyebut para terdakwa menyampaikan isi izin pelaksanaan KSU dengan PT JN ke dewan komisaris PT ASDP. Meski demikian, substansi izin itu berbeda dengan yang disampaikan ke Menteri BUMN saat itu. 

Para terdakwa juga dituding tidak mempertimbangkan usia kapal milik PT JN dalam menentukan opsi skema transaksi jual beli. Mereka diduga mengondisikan penilaian 53 unit kapal PT JN oleh KJPP Mutaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun dan rekan (KJPP MBPRU). 

Terdakwa juga dinilai telah mengabaikan hasil uji tuntas teknik (due diligence) PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) dalam proses akuisisi terkait untuk tidak mengakuisisi 9 kapal PT JN yang kondisinya tidak layak.

Jaksa meyakini penundaan docking rutin tahunan 12 kapal milik PT JN dilakukan para terdakwa untuk mengalihkan beban pemeliharaan rutin terjadwal tahun 2021, kepada PT ASDP sebagai pemilik baru PT JN. 

Jaksa juga mengatakan para terdakwa mengkondisikan valuasi perusahaan PT JN oleh KJPP Suwendho Rinaldy dan rekan (KJPP SRR) berdasarkan penilaian KJPP MBPRU tanpa verifikasi dan review ulang.

Terdakwa juga disebut memilih menggunakan discount of lack marketability (DLOM) yang lebih rendah 20 persen kepada opsi DLOM 30 persen yang diusulkan KJPP SRR.

Jaksa mengatakan, perbuatan para terdakwa telah memperkaya pemilik PT JNI, Adjie sebesar Rp 1,25 triliun. Nilai ini kemudian menjadi kerugian keuangan negara,

Jaksa juga menjelaskan, kerugian negara terdiri dari tiga komponen yaitu dari nilai pembayaran akuisisi saham PT JN sebesar Rp 892 miliar, pembayaran 11 kapal afiliasi PT JN sebesar Rp 380 miliar, serta nilai bersih yang dibayar ASDP kepada Adjie, PT JN, dan perusahaan afiliasi sebesar Rp 1,272 triliun.

"Perbuatan Terdakwa Ira Puspa Dewi, terdakwa Muhammad Yusuf Hadi, terdakwa Harry Muhammad Adhi Caksono telah memperkaya Adjie selaku pemilik atau penerima manfaat PT Jembatan Nusantara Group sebesar Rp 1.253.431.651.169," kata jaksa.

Dalam perkara ini, ketiganya didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...