Hakim Tolak Eksepsi Eks Dirut Pertamina Patra Niaga, Sidang Lanjut ke Pembuktian

Ade Rosman
6 November 2025, 17:15
pertamina, korupsi, riva siahaan
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Riva Siahaan bersiap menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN), Riva Siahaan dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah. Sidang kasus ini pun berlanjut ke tahap pembuktian.

“Mengadili, menyatakan keberatan dari penasihat hukum Terdakwa Riva Siahaan tidak dapat diterima,” bunyi putusan sela yang dibacakan kata ketua majelis hakim Fajar Kusuma Aji dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/11).

Hakim menyatakan, jaksa telah menguraikan secara jelas dan lengkap dugaan tindak pidana yang dilakukan. Atas dasar itu, hakim pun memerintahkan jaksa untuk menghadirkan saksi dalam sidang berikutnya. 

“Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama Terdakwa Riva Siahaan tersebut di atas,” kata hakim.

Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut Riva diduga menyetujui usulan bawahannya untuk memenangkan dua perusahaan asing yakni BP Singapore Pte. Ltd. dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd., dalam tender impor Gasoline RON 90 (Pertalite) dan RON 92 (Pertamax) semester I tahun 2023.

JPU menyebut informasi rahasia terkait pengadaan dibocorkan oleh Manager Import & Export Product Trading, Edward Corne, kepada kedua perusahaan tersebut. Edward juga diduga memberikan waktu tambahan kepada BP Singapore untuk menyampaikan penawaran setelah batas waktu resmi berakhir.

Kemudian, Riva bersama Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya menandatangani memorandum penetapan kedua perusahaan itu sebagai pemenang tender.

Terkait hal ini, BP Singapore dan Sinochem diduga mendapat keuntungan tidak sah senilai US$ 5,74 juta, sedangkan negara mengalami kerugian akibat pembelian produk kilang di atas harga pasar.

Riva juga didakwa telah mengakibatkan kerugian perusahaan mencapai Rp 2,54 triliun karena menandatangani sejumlah kontrak penjualan solar non-subsidi dengan harga di bawah harga pokok penjualan (HPP). Namun, dalam praktiknya penjualan dilakukan tanpa memperhitungkan profitabilitas dan tidak sesuai pedoman pemasaran.

Jaksa menyebut total kerugian negara dari tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023 ini senilai Rp 285 triliun, yang terdiri dari kerugian keuangan negara Rp 70,67 triliun, kerugian perekonomian negara Rp 171,99 triliun, serta keuntungan ilegal Rp 43,27 triliun. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...