Komisi III DPR dan Pemerintah Sepakat Bawa RUU KUHAP ke Rapat Paripurna

Muhamad Fajar Riyandanu
13 November 2025, 19:11
ruu kuhap, dpr, pidana
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.
Suasana Rapat Paripurna Ke-7 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah sepakat membawa Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) untuk dibahas dan disahkan di rapat paripurna.

Keputusan tersebut didapatkan setelah perwakilan delapan fraksi partai politik di Komisi III DPR menyepakati pembahasan RUU KUHAP untuk diteruskan pada pembicaraan tingkat kedua.

Pertemuan yang berlangsung di Gedung Parlemen Senayan Jakarta pada Kamis (13/11) itu turut dihadiri oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman pada sesi akhir forum meminta persetujuan dari anggota dan pemerintah untuk menaikkan status pembahasan RUU KUHAP dari pembicaraan tingkat komisi ke pembicaraan tingkat II di rapat paripurna DPR.

"Apakah naskah RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat dua pada rapat paripurna DPR RI terdekat?" tanya Habib kepada anggota Komisi III. Pertanyaan Habib pun dijawab serentak dengan pernyataan setuju dari para anggota Komisi III yang hadir dalam rapat saat itu.

Mensesneg Prasetyo Hadi selaku perwakilan pemerintah mengapresiasi langkah Komisi III. Ia pun berharap RUU KUHAP dapat disetujui bersama di forum rapat paripurna DPR mendatang.

"Untuk menjadi undang-undang guna menjadi landasan yuridis penyelenggaran hukum acara pidana di Indonesia," ujar Prasetyo.

Laporan Panita Kerja mengenai Pembahasan RUU KUHAP sebelumnya telah dibacakan oleh Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra, Bimantoro Wiyono. Substansi RUU KUHAP berisi 14 poin, antara lain:

1. Penyesuaian hukum acara pidana, dan dengan memperhatikan perkembangan hukum nasional dan internasional;

2. Penyesuaian pengaturan hukum acara pidana dengan nilai nilai KUHP baru yang menekankan orientasi restoratif, rehabilitatif, restitutif guna mewujudkan pemulihan keadilan substansi dan hubungan sosial antara pelaku, korban, dan masyarakat;

3. Penegasan prinsip diferensi fungsional dalam sistem penilaian pidana yaitu pembagian peran yang proposional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat dan pemimpin kemasyarakatan untuk menjadi profesionalitas dan akuntabilitas;

4. Perbaikan pengaturan mengenai kewenangan penyelidik, penyidik dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antar lembaga guna meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas sistem peradilan pidana;

5. Penguatan hak-hak tersangka, terdakwa korban, saksi termasuk hak atas bantuan hukum pendampingan advokat, hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak serta perlindungan terhadap ancaman intimidasi atau kekerasan dalam setiap tahap penegakan hukum;

6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral dalam sistem peradilan pidana mencakup kewajiban pendampingan advokat terhadap tersangka dan atau terdakwa dalam setiap tahap pemeriksaan. Penegasan kewajiban negara untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi pihak tertentu dan perlindungan terhadap advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya;

7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana luar pengadilan yang dapat dilakukan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan;

8. Perlindungan khusus terhadap kelompok rentan termasuk difabel, perempuan, anak dan lanjut usia diperkuat dengan kewajiban aparat untuk melakukan asesmen keutuhan khusus serta menyediakaan sarana dan prasaran pemeriksaan yang ramah dan accessible;

9. Penguatan perlindungan difabel dalam setiap tahap pemeriksaan;

10. Perbaikan pengaturan tentang upaya paksa untuk menjamin penerapan prinsip perlindungan HAM dan due process of law, termasuk pembatasan waktu syarat penetapan dan mekanisme kontrol yudisial melalui izin pengadilan atas tindakan aparat penegak hukum;

11. Pengenalan mekanisme hukum baru dalam hukum acara pidana antara lain pengakuan bersalah bagi terdakwa yang kooperatif dengan imbalan keringanan hukuman dan perjanjian penundaan penuntutan bagi pelaku tindak pidana korporasi;

12. Pengaturan prinsip pertanggungjawaban atas tindak pidana korporasi;

13. Pengaturan kompetensi, restitusi, rehabilitasi secara lebih tegas sebagai hak hukum korban dan pihak yang dirugikan oleh kesalahan prosedur atau kekeliruan penegakan hukum;

14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan proses peradilan yang cepat sederhana, transparan dan akuntabel.

Salah satu fraksi yang setuju yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Komisi III DPR PDIP, Safaruddin, mengatakan PDIP mendukung kelanjutan proses legislasi RUU KUHAP.

"Fraksi PDIP menyatakan setuju agar rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dilanjutkan prosesnya pada tahap berikutnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...