MK Batalkan HGU 190 Tahun IKN, Pemerintah Siapkan Strategi Cegah Investor Kabur
Pemerintah menyiapkan strategi agar investor tidak kabur dari proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Sebab saat ini, Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan hak guna usaha (HGU) hingga 190 tahun di IKN.
Menteri Koordinator Airlangga Hartarto mengatakan agar minat investor tidak turun maka pemerintah akan menata kembali dasar hukumnya. “Ya nanti tentu legal ground-nya ditata kembali. Itu sudah komitmen dari Bapak Presiden,” kata Airlangga usai menghadiri Bloomberg Businessweek Indonesia di Jakarta, Kamis (20/11).
Airlangga menjelaskan presiden sudah meminta agar IKN yang saat ini tengah dibangun ini menjadi Ibu Kota Politik. Ia menyebut saat ini proses pembangunan di IKN sudah difokuskan dengan rencana tersebut.
“Saat sekarang sedang dibangun kompleks daripada parlemen dan juga judicial system. Ya tentu pemerintah akan carikan jalan keluar,” ujarnya.
Keputusan MK berkaitan dengan pembatalan HGU 190 tahun itu sebelumnya dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai risiko. Salah satunya adalah turunnya minat investor.
Meski HGU tersebut dipangkas, MK menetapkan pemberian hak atas tanah di IKN harus mengikuti batas waktu yang sama dengan ketentuan umum yang berlaku nasional, yaitu HGU diberikan paling lama 35 tahun. Selain itu juga dapat diperpanjang 25 tahun dan diperbarui 35 tahun.
Selanjutnya, Hak Guna Bangunan (HGB) diberikan paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan diperbarui 30 tahun. Lalu untuk Hak Pakai diberikan paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan diperbarui 30 tahun.
Alasan Prabowo Tetapkan IKN Jadi Ibu Kota Politik
Prabowo menetapkan Ibu Kota Nusantara atau IKN di Kalimantan Timur sebagai ibu kota politik pada 2028. Hal ini setelah ia menandatangani Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 79 Tahun 2025 yang memuat rencana pembangunan kawasan IKN sebagai ibu kota politik pada 2028.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menjelaskan penetapan itu merujuk pada peran IKN sebagai pusat kegiatan pemerintahan dan tak berarti bahwa negara memiliki ibu kota ganda.
Qodari menjelaskan, penyebutan ibu kota politik mengikuti target pemerintah untuk menyelesaikan pembangunan kantor lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif di IKN pada 2028. Menurut dia, keberadaan tiga pilar kenegaraan itu menjadi syarat agar IKN bisa berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
“Kalau sekarang baru ada eksekutif, baru ada Istana Negara, tapi legislatif alias DPR-nya tidak ada, nanti rapat sama siapa?” kata Qodari dalam konferensi pers kepada wartawan di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin (22/9).
Menurut dia, istilah IKN sebagai Ibu Kota Politik hanyalah julukan untuk menekankan peran IKN sebagai pusat pemerintahan. Dia menegaskan penyebutan tersebut tidak berarti negara memiliki ibu kota ganda.
“Bukan berarti kemudian akan ada ibu kota politik lalu ada ibu kota ekonomi. Nanti ada ibu kota budaya dan ibu kota lainnya. Tidak begitu maksudnya,” ujar Qodari.
