Prabowo Beri eks Direksi ASDP Rehabilitasi, KPK Jelaskan Alur Pembebasannya
Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi serta dua mantan Direktur ASDP, Muhammad Yusuf Hadi dan Muhammad Adhi Caksono. Lembaga antirasuah ini masih menunggu surat keputusan yang akan dikirim pemerintah melalui Kementerian Hukum.
Setelah menerima surat keputusan pemerintah, pimpinan KPK pun akan menerbitkan surat keputusan untuk mengeluarkan tiga mantan direksi PT ASDP tersebut.
Juru bicara KPK Budi Prasetyo menyebut, KPK hingga pagi ini masih menunggu surat keputusan dari pemerintah. “Kami masih menunggu surat keputusan rehabilitasi tersebut, sebagai dasar proses pengeluaran dari Rutan,” kata Budi dalam keterangannya, Rabu (26/11).
Di sisi lain, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu menyatakan, menghormati keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan rehabilitasi kepada tiga mantan direksi PT ASDP itu.
Ia mengatakan, KPK menilai pemberian rehabilitasi ini bukanlah preseden buruk. Ia menyebut, keputusan tersebut merupakan hak prerogatif Presiden. KPK, menurut Asep, telah menjalankan tugasnya untuk melakukan pembuktian formil maupun materiil.
“Kemudian saat ini diberikan rehabilitasi, itu adalah hak prerogatif daripada Bapak Presiden. Jadi kami tidak lagi ada pada lingkup dari kewenangan tersebut,” kata Asep.
Presiden Prabowo Subianto sebelumya memberikan rehabilitasi atau pemulihan hukuman kepada mantan direksi ASDP.
Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra, Sufmi Dasco, menjelaskan pemberian rehabilitasi berawal dari usulan DPR kepada pemerintah.
"Dari hasil komunikasi dengan pemerintah, alhamdulilah Presiden Prabowo telah menandatangani surat rehabilitasi kepada tiga nama tersebut," kata Dasco, dalam konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta, Selasa (25/11).
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyampaikan Prabowo menggunakan haknya sebagai presiden untuk memberikan rehabilitasi hukum kepada Ira, Yusuf Hadi dan Harry Caksono. Ia menyampaikan keputusan tersebut telah ditetapkan dalam surat presiden yang ditandatangani oleh Prabowo pada hari ini.
"Bapak Presiden menggunakan hak beliau dalam kasus yang menimpa Ira Puspadewi, Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Sore ini presiden baru membutuhkan tandatangan untuk selanjutnya diproses menurut undang-undang yang berlaku," kata Pras.
Vonis Hakim untuk Mantan Direksi ASDP
Ketua Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat, Sunoto, menjatuhkan vonis pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan kepada Ira Puspadewi. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan 8 tahun 6 bulan penjara.
Majelis hakim juga menetapkan vonis pidana penjara 4 tahun masing-masing kepada eks Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Yusuf Hadi, serta Bekas Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono.Ketetapan ini juga lebih rendah dari tuntuan jaksa yang mendakwa masing-masing 8 tahun penjara.
Ketiganya didakwa merugikan negara Rp 1,25 triliun dalam kasus akuisisi saham PT Jembatan Nusantara pada 2019-2022. Hakim Sunoto menilai perkara yang menjerat ketiganya bukan merupakan tindak pidana korupsi, melainkan keputusan bisnis yang tidak optimal tanpa unsur niat jahat.
Sunoto menilai keputusan akuisisi yang dilakukan PT ASDP tidak dapat dipandang sebagai tindakan yang merugikan negara. Ia juga menolak dakwaan Jaksa KPK yang menyebut kapal yang diakuisisi para terdakwa sudah tua dan tidak layak karena dalam kondisi karam.
Sunoto mengatakan meskipun ada sembilan dari kapal yang dibeli berusia tua, ASDP tetap memperoleh 53 kapal sekaligus melalui skema paket dengan harga yang dinilai lebih ekonomis. Selain itu, akuisisi tersebut memberikan akses kepada ASDP terhadap 53 izin operasi pelayaran komersial.
Ia mengatakan, fakta-fakta persidangan menunjukkan para terdakwa telah menunjukkan itikad baik dalam proses akuisisi. Sunoto menilai para terdakwa bahkan telah menunjuk tujuh konsultan profesional independen untuk melakukan uji tuntas komprehensif dengan nilai sekitar Rp 11,2 miliar.
Lebih lanjut, Sunoto menjelaskan seluruh pertemuan terkait akuisisi PN JN oleh ASDP dilakukan secara formal, terdokumentasi, dan melibatkan banyak pihak, termasuk komisaris perseroan dan Menteri BUMN saat itu.
"Motif ekonomi dalam perkara ini merupakan indikator kuat bahwa ini bukan tindak pidana korupsi, melainkan keputusan bisnis yang mungkin tidak optimal," kata Sunoto.
