Peretas Korea Utara Diduga Meretas Sistem Pembuat Vaksin Virus Corona
Peretas Korea Utara diduga berupaya membobol sistem pengembang vaksin virus corona di Inggris, AstraZeneca dalam beberapa pekan terakhir. Dua sumber Reuters mengatakan, hacker menyamar sebagai perekrut di situs jejaring LinkedIn dan WhatsApp untuk mendekati staf perusahaan.
Mereka menawarkan pekerjaan palsu kepada para karyawan AstraZeneca. Mereka kemudian mengirimkan dokumen deskripsi pekerjaan yang memuat kode berbahaya yang dirancang untuk mendapatkan akses ke komputer korban.
“Upaya peretasan menargetkan sekelompok besar orang termasuk staf yang mengerjakan penelitian Covid-19,” kata salah satu sumber dikutip dari Reuters, akhir pekan lalu (28/11). Namun, pembobolan ini diperkirakan gagal.
Misi Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa tidak menanggapi permintaan komentar. Namun, Pyongyang sebelumnya membantah telah melakukan serangan siber. AstraZeneca juga tak merespons.
Sumber, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan bahwa alat dan teknik yang digunakan dalam peretasan tersebut mirip dengan serangan siber sebelumnya yang menyasar perusahaan pertahanan dan organisasi media. Tiga orang yang menyelidiki kasus itu mengatakan, para peretas beralih ke pembuata vaksin virus corona.
Sedangkan Microsoft mencatat ada dua kelompok peretas Korea Utara yang menargetkan pengembang vaksin di banyak negara. Salah satunya, dengan mengirim pesan deskripsi pekerjaan palsu.
Pada akhir pekan lalu (27/11), anggota parlemen Korea Selatan mengatakan bahwa badan intelijen negara telah menggagalkan beberapa dari upaya peretasan.
Sebelumnya, Reuters juta melaporkan bahwa peretas dari Iran, Tiongkok, dan Rusia berusaha membobol pembuat obat dan organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun ini. Namun, Teheran, Beijing dan Moskow membantah tuduhan itu.
Sedangkan salah satu sumber Reuters menyampaikan, beberapa akun yang digunakan dalam serangan di AstraZeneca didaftarkan ke alamat email Rusia. Ia menilai, ini upaya untuk membingungkan penyelidik.
Di satu sisi, Korea Utara disalahkan oleh jaksa AS atas beberapa serangan siber seperti kebocoran email Sony Pictures pada 2014, pencurian US$ 81 juta dari Bank Sentral Bangladesh di 2016, dan penyebaran ransomware Wannacry virus pada 2017.
Pyongyang menggambarkan tuduhan itu sebagai bagian dari upaya Washington untuk mencoreng citranya.
CNN Internasional pun menghubungi misi Korea Utara untuk PBB di Jenewa, tetapi belum menerima tanggapan. Sedangkan dalam percakapan telepon, seorang anggota staf di misi mengatakan bahwa laporan Reuters merupakan berita palsu. Ia menuduh informasi itu telah dipalsukan.
Namun, seorang anggota parlemen Korea Selatan Ha Tae-Keung mengatakan bahwa Korea Utara berupaya meretas perusahaan farmasi yang membuat vaksin virus corona. Akan tetapi, ia tidak memerinci waktu perusahaan dan korporasi yang disasar.
Di tengah masifnya serangan siber, Universitas Oxford bekerja sama dengan Pusat Keamanan Siber Nasional Inggris ( NCSC) untuk memastikan sistem keamanannya. Universitas ini terlibat dalam pembuatan obat terkait corona
"Kami memiliki keamanan dan perlindungan siber terbaik," kata juru bicara universitas dikutip dari CNN Internasional, akhir pekan lalu (28/11). Hal senada disampaikan oleh NCSC.