Penggalangan Dana Alibaba untuk Lazada Rp 14 Triliun Dikabarkan Gagal
Alibaba Group dikabarkan menunda pembicaraan dengan investor terkait penggalangan dana US$ 1 miliar atau Rp 14 triliun untuk Lazada. Penundaan itu terjadi karena investor tidak sepakat atas valuasi e-commerce asal Singapura ini.
Menurut sumber Bloomberg yang mengetahui masalah tersebut, raksasa teknologi asal Cina itu berencana memberikan dana segar dengan tujuan spinoff dan pencatatan penawaran saham perdana ke publik alias IPO Lazada. Dana segar yang disiapkan Rp 14 triliun.
Namun Alibaba menghentikan rencana penggalangan dana dengan alasan tidak ada kesepakatan dengan investor terkait valuasi Lazada. Selain itu, raksasa e-commerce ini menilai kondisi pasar saat ini tidak begitu baik untuk pendanaan jumbo.
Alibaba juga menghadapi serangkaian tekanan dari pemerintah Cina. Perusahaan milik Jack Ma ini pun menghadapi persaingan di pasar lokal dengan JD.com dan Pinduoduo.
Itu membuat pertumbuhan pendapatan Alibaba hanya 10% tahun lalu. Ini paling lambat sejak IPO di AS pada 2014.
"Saham Alibaba pun turun di sesi perdagangan Kamis (24/2) 0,7%," demikian dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (24/2).
Namun Alibaba masih berencana memberikan pendanaan kepada Lazada. Investasi ini dilakukan seiring kondisi pasar yang berubah.
Alibaba juga tidak mengubah rencananya untuk menjadikan Lazada sebagai perusahaan terpisah. Ini supaya Lazada bisa bersaing di pasar Asia Tenggara.
Katadata.co.id mengonfirmasi kabar tersebut kepada Lazada. Namun belum ada tanggapan hingga berita ini dirilis.
Perusahaan asal Cina itu berinvestasi di Lazada sejak 2016. “Alibaba ingin Lazada melayani lebih dari 300 juta pengguna pada akhirnya,” demikian isi presentasi yang diunggah di situs web dikutip dari Bloomberg, akhir tahun lalu (17/12/2021).
Alibaba juga menargetkan transaksi bruto atau gross merchandise value (GMV) platform Lazada di Asia Tenggara US$ 100 miliar atau sekitar Rp 1.433 triliun.
Pada tahun lalu, GMV Lazada di Asia Tenggara meningkat menjadi sekitar US$ 21 miliar atau sekitar Rp 302 triliun. Namun, nilai ini jauh di bawah Shopee dari Sea Group yang mencapai US$ 56 miliar selama kuartal IV 2021.
Sea yang didukung oleh Tencent menaikkan perkiraan pendapatan e-commerce tahunan untuk kedua kalinya tahun lalu. Itu menggarisbawahi bagaimana pandemi corona mendorong belanja online.