Bank Dunia Beri Peringatan soal Resesi Global, Startup RI Harus Apa?
Bank Dunia dalam asesmen terbarunya memperingatkan ekonomi global berisiko masuk jurang resesi tahun depan. Bagaimana dampaknya terhadap startup Indonesia dan apa yang harus dilakukan oleh chief level?
Ada tiga skenario prospek perekonomian global dalam jangka pendek hingga 2024, yakni:
- Baseline yakni pertumbuhan ekonomi dunia diprediksi 2,9% tahun ini, 2,4% tahun depan, dan 3% pada 2024
- Pertumbuhan ekonomi diramal terkoreksi menjadi 2,8% tahun ini, 1,7% tahun depan, dan 2,7% pada 2024
- Resesi atau pertumbuhan ekonomi diproyeksikan 2,8% tahun ini, 0,5% tahun depan, dan 2% pada 2024
Sedangkan Organisasi untuk kerja Sama Ekonomi dan pembangunan (OECD) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi dunia hanya 3% tahun ini atau turun dibandingkan 2021 sebesar 5,8%. Perekonomian tahun depan diramal 2,2%, dengan beberapa negara anggota G20, yakni Jerman dan Rusia akan berkontraksi serta stagnasi di Inggris.
OECD melihat ekonomi dunia kehilangan momentum pemulihan tahun ini setelah bangkit dari Covid-19. Hal ini karena pandemi Covid-19 berlanjut di beberapa negara dan lonjakan inflasi terutama pangan dan energi.
Negara yang secara teknikal sebenarnya sudah jatuh ke jurang resesi, di antaranya:
1. Amerika Serikat (AS)
Perekonomian Amerika sudah terkontraksi sepanjang dua kuartal berturut-turut, yakni -1,6% secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal I dan -0,9% pada kuartal kedua.
2. Jerman
Ekonominya masih tumbuh 1,7% yoy pada kuartal II. Namun, OECD memperkirakan perekonomiannya terkontraksi 0,7% tahun depan akibat disrupsi pasokan energi.
3. Inggris
Pertumbuhan ekonomi negara ini diperkirakan terkontraksi 0,1% pada kuartal II. Ini menyusul kontraksi pada besaran yang sama selama kuartal II.
4. Rusia
OECD memperkirakan Rusia akan menjadi negara di G20 yang pertumbuhannya paling rendah tahun ini. Pertumbuhan ekonominya diprediksi terkontraksi 4,5%.
Jika benar, maka Rusia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi dua tahun beruntun.
5. Sri Lanka
Pada kuartal pertama, pertumbuhan ekonominya minus 1,6% yoy. Lalu terkontraksi 8,4% pada kuartal II.
IMF memperkirakan ekonomi Sri Lanka tahun ini minus 8,7%.
Dampak Resesi Global Terhadap Startup Indonesia
Ketua Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro pada Juli menyampaikan, ancaman resesi di sejumlah negara akan berdampak terhadap pendanaan ke startup Indonesia. Utamanya, dari investor luar negeri karena likuiditas berkurang.
Sedangkan bagi investor lokal, investasi akan terus berlangsung. "Sebab, investasi di startup kan untuk jangka panjang," kata Eddi kepada Katadata.co.id, pada Juli (18/7). “Rata-rata waktu horizon tujuh sampai delapan. Nah, investor lokal ini semestinya investor jangka panjang.”
Ia juga mengatakan, valuasi perusahaan rintisan akan terkoreksi di tengah ancaman resesi. “Kalau punya dana menganggur, bisa jadi waktu yang baik untuk berinvestasi," katanya.
Namun, menurutnya investor akan tetap mempertimbangkan banyak hal dalam berinvestasi ke startup. Penanam modal akan melihat unit ekonomi perusahaan rintisan yang dibidik.
Selain itu, melihat lebih jeli melihat runway startup. Runway merupakan istilah yang menggambarkan panjangnya umur perusahaan rintisan.
Investor akan memperhatikan model bisnis dan jalur menuju profit dari startup.
Cara Startup Bertahan saat Resesi
Eddi mengatakan, berkurangnya likuiditas menyebabkan investor lebih selektif untuk berinvestasi ke startup. Pengetatan likuiditas terjadi karena dua faktor, yakni:
- Kebijakan moneter bank sentral di banyak negara
- Perang Rusia dan Ukraina yang berpengaruh terhadap suplai
Oleh karena itu, muncul istilah ‘investor winter’.
Menurut Eddi, startup harus mengambil langkah untuk menghemat dana yang dimiliki. “Dengan cara efisiensi, termasuk PHK,” kata Eddi kepada Katadata.co.id, bulan lalu (5/8). “Investor apresiasi pendiri yang berani mengambil langkah untuk bertahan.”
Co-Founder sekaligus CEO DANA Indonesia Vince Iswara mengatakan, tidak ada 'tech winter' melainkan 'investor winter'. Menurutnya, startup harus berfokus mengatasi persoalan di dalam perusahaan.
"Harus benar paham atas apa yang dikerjakan," kata Vince dalam acara Roundtable: What Lical Startup and Investors Should Think About 2022 and Beyond, dua pekan lalu (15/9). "Perhatikan kembali nilai inti bisnis, pengguna atau customer, serta potensi pasar."
Pemimpin startup juga harus memastikan dana yang digunakan dapat meningkatkan pertumbuhan bisnis. “Harus berfokus pada pada bisnis, seperti teknologi, nilai inti bisnis, sumber daya manusia, dan memahami pelanggan," katanya.
Vince juga membagikan tiga poin penting terkait membangun startup, yakni:
- Apakah benar-benar membutuhkan investor? Jika bisa membangun secara organik, maka utamakan hal tersebut
- Seorang founder harus memilah prioritas dan target yang ingin dicapai
- Mendapatkan investor yang tepat, yakni yang benar-benar memahami dan percaya pada bisnis yang akan dilakukan. "Investor sangat peka terhadap pasar. Jadi tergantung pada pasar dan situasi," ujar Vince.
Sedangkan Co-Founder sekaligus CMO Tiket.com Gaery Undarsa mengatakan, bisnis pada dasarnya membuat nilai yang diinginkan konsumen. "Maka, perusahaan akan mendapat profit," katanya pada acara yang sama.
Gaery mengatakan, pendiri tidak perlu takut gagal. "Gagal jika tidak bisa menyelamatkan hal yang dibangun,” katanya.