Cerita Startup Zenius Berdiri 20 Tahun Lalu dan Kini Tutup
Startup pendidikan Zenius tutup pada 22 Januari. Founder sekaligus CEO Zenius Sabda Putra Subekti membagikan kisah perjalanan Zenius berdiri pada 20 tahun lalu.
Zenius tutup karena tantangan operasional. Namun startup pendidikan ini tidak memerinci tantangan yang dimaksud.
“Kami sangat menyesal atas ketidaknyamanan yang akan ditimbulkan bagi para pengguna,” kata Zenius dalam keterangan pers, pekan lalu (4/1).
“Kami mengambil langkah strategis untuk menghentikan operasional sementara, tetapi menjamin bahwa kami tidak akan berhenti untuk berusaha menjalankan dan mewujudkan visi untuk merangkai Indonesia yang cerdas, cerah, asik,” Zenius menambahkan.
Setelah kabar Zenius tutup dan menghiasi media sosial, pendiri yakni Sabda Putra Subekti membagikan cerita perusahaan berdiri pada 2004 melalui platform X atau Twitter.
Sabda PS mengatakan ide mendirikan Zenius membutuhkan tiga tahun sejak 2001, kemudian lahir pada Januari 2004. Ide bisnis Zenius berasal dari para edukator termasuk mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan.
“Ide dasar yang kami sepakati yakni pendidikan paling penting itu berfokus ke fundamental skills, karena bisa membentuk pola pikir kuat. Harapannya bisa memudahkan belajar hal-hal lain,” kata Sabda di Twitter, Jumat (5/1).
Recruitment part 2
Nah kenapa sih agak2 ngotot utk punya standard CCA ini?
Ya karena kita ngerasa di era digital learning ini apa pun yg kita ajar mesti lulus dr scrutiny semua orang yg nonton; bisa guru, dosen, ortunya, tmsk anak2 model sheldon cooper yg ada di Indo. Kalo…— Sabda PS ???????? (@sabdaps) January 5, 2024
Nama Zenius dicetuskan oleh salah satu pendiri yakni Medy Suharta. Arti kata Zenius berasal dari Zen dan Jenius.
Zen mewakili kecerdasan di negara-negara Timur yang mengesankan holistik dan bebas. Sementara itu, Jenius menunjukkan kecerdasan di negara-negara barat yang berfokus pada rasionalitas, scientific mindset, critical thinking, dan creative imagination.
Para pendiri juga sepakat membuat Zenius sebagai platform teknologi, supaya aksesnya lebih luas dan murah.
Startup Zenius pun beroperasi tanpa modal dan menggunakan kartu kredit untuk membeli barang kebutuhan bisnis. “Mulai dari bimbel offline,” kata Sabda.
“Kami menumpang di SSC atau Sony Sugema College cabang tebet sebagai program khusus Zenius,” Sabda menambahkan. “Dari bimbel offline ini kami mempunyai income, sehingga bisa merekrut tutor dan animator.”
Awal berdiri Zenius dimulai dengan memproduksi konten pembelajaran digital yang menggunakan animasi dan dijual versi DVD atau digital video disc. “Awalnya jualan ke jaringan bimbel SSC. Lalu pada 2008 mulai berjualan memakai situs website. Lalu pada 21 April 2010 kami meluncurkan zenius.net,” ujar dia.
Saat itu, Zenius mulai mendapatkan profit kecil.
Pada 2011, di mana era pembajakan kaset Zenius mulai marak, pendapatan perusahaan turun 35% dibandingkan 2010. “Saya pun mengundurkan diri dari jabatan CEO dan berfokus mengajar, coaching, dan bikin konten,” kata Sabda.
Posisi CEO pun diambil alih oleh rekan pendiri Zenius Wisnu Subekti yang menjabat sejak 2011 hingga 2019.
Menurut Sabda, saat Wisnu menjadi CEO, Zenius tumbuh dan hampir profit setiap tahun. Jumlah karyawan pun menjadi lebih dari 100 orang.
Namun, pada 2017, landscape teknologi pendidikan mulai berubah. Zenius pun membutuhkan strategi baru untuk menumbuhkan bisnis.
Sabda kembali mengambil alih posisi CEO pada 2018. Tugas utamanya yakni mencari strategi baru agar bisa tumbuh lebih besar dan mencari investor untuk mendanai pertumbuhan.
“Bukan mencari pendanaan yang besar sekali. Saat itu, kami merasa cukup dengan US$ 1,5 miliar – US$ 2 miliar,” kata Sabda.
Setelah sukses mendapatkan pendanaan awal atau seed, startup Zenius mulai melaksanakan strategi yang dibuat sejak 2017.
Sabda kemudian berhenti menjadi CEO pada 2019. Ia berfokus membuat kurikulum dan konten, serta mengajar.
Cara Zenius Merekrut Tutor
Pada 2009, Zenius merekrut karyawan lewat kenalan. Lalu membuka rekrutmen dengan metode tiga bagian, yakni:
- Test C1, tes basic thinking skills
- Test C2, tes pengetahuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sosial dan humaniora
- Test “asik”, tentang cara komunikasi, kolaborasi, dan mengajar
Dari 1.000 pendaftar, hanya satu yang lulus tes rekrutmen tersebut.
Kemudian Zenius mengubah strategi perekrutan. Caranya, membuat program klub buku, sains hingga alumni, serta aktif di media sosial dan Zenblog untuk merekomendasikan buku,.
“Dari sini kami bisa scouting orang dengan pemikiran yang sesuai, memiliki keterampilan menulis, atau menjelaskan dengan baik, serta mind blowing. Sejujurnya, ini secret recipe Zenius untuk dapat tutor-tutor bagus,” kata Sabda.
Zenius juga memberikan pekerjaan-pekerjaan freelance untuk melihat hasil kerja tutor. “Sejak 2012-an, kami mendapatkan recruiter potensial yang lebih banyak,” ujar dia.