Fintech Bisa Garap 35 Juta Orang dari Target Inklusi Keuangan
Pemerintah menargetkan jumlah penduduk yang terakses layanan keuangan meningkat dari 49% saat ini, menjadi 75% pada 2019. Dari jumlah itu, sebanyak 16% atau 35 juta orang di antaranya bisa digarap oleh financial technology (fintech).
Menurut Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo ) Lis Lestari Sutjiati, inklusi keuangan hanya mencapai 59% bila mengandalkan industri keuangan konvensional saja. "Masih ada gap 16% ini yang bisa digarap oleh fintech," kata dia dalam CNBC Forum bertajuk 'Meneropong Arah Industri Fintech di Indonesia' di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (7/8).
Ia mencatat, bank memiliki 38 ribu unit laku pandai (branchless banking) dengan 900 ribu agen, 104 ribu anjungan tunai mandiri (ATM), dan 500 ribu mesin Electronic Data Capture (EDC). Namun, dengan segala fasilitas itu, bank hanya bisa menjangkau 1,5 juta masyarakat yang belum terakses perbankan (unbanked).
(Baca juga: Beda Aturan Fintech dan Industri Keuangan Konvensional)
Sementara, 69% dari masyarakat unbanked memiliki ponsel. Dengan dukungan ponsel tersebut mereka bisa menggunakan layanan fintech. Toh, tidak semua laku pandai bisa mencakup daerah terluar, tertinggal dan terdepan (3T) di Tanah Air.
Adapun, ia mencatat fintech pinjam meminjam (lending) sudah menggaet 199.539 pemberi pinjaman (lender) dan 1,85 juta peminjam (borrower) per April 2018. Sementara fintech sistem pembayaran sudah menggaet 30 juta pengguna dan memiliki 3 juta agen. Dengan kondisi ini, ia optimistis fintech bisa mendorong peningkatan inklusi keuangan.
Sementara itu, Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute Sukarela Batunanggar menambahkan, saat ini ada 64 fintech lending yang terdaftar di institusinya. Hanya, satu di antaranya tengah menjalani hukuman yakni RupiahPlus. "Mereka sudah salurkan Rp 7,64 triliun per Juni 2018," ujarnya.
(Baca juga: Go-Pay Bisa Dipakai di 313 Warung Pintar di Jabodetabek)
Adapun sebanyak 350 fintech tercatat di asosiasi. Dari jumlah tersebut, 3% diantaranya bergerak di bidang asuransi dan 4% fokus di bidang penambahan modal (capital raising). Lalu, 11% bergerak di sektor manajemen investasi dan 11% di market provisioning. Kemudian, 32% di bagian deposit dan lending.