Kronologi Kasus Gagal Bayar Pinjol TaniFund hingga OJK Cabut Izin

Yuliawati
Oleh Yuliawati
9 Mei 2024, 13:49
TaniFund
TaniHub Group
TaniFund
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan mencabut izin usaha PT TaniFund Madani atau TaniFund. Pencabutan izin mulai 3 Mei lalu sebagai buntut atas kasus gagal bayar perusahaan fintech peer to peer lending P2P itu sejak 2022.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa menyampaikan TaniFund tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK. “OJK telah melakukan langkah-langkah pengawasan (supervisory actions) dan memberikan sanksi administratif secara bertahap sampai dengan Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU),” katanya dalam keterangan pers, Rabu (8/5).

Aman menyampaikan, OJK telah berkomunikasi dengan pengurus dan pemegang saham secara intens untuk memastikan komitmen penyelesaian permasalahan TaniFund. “Namun, sampai dengan batas waktu yang ditentukan, pengurus dan pemegang saham tidak dapat menyelesaikan permasalahan, sehingga TaniFund dikenakan sanksi pencabutan izin usaha,” kata dia.

Dengan dicabutnya izin usaha ini, TaniFund harus menghentikan kegiatan usaha pada industri
Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Adapun, pemegang saham, pengurus, dan/atau pegawai TaniFund dilarang mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, menggunakan kekayaan, dan/atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset TaniFund.

Kronologi Kasus Gagal Bayar TaniFund

Sejak Maret 2023, OJK memantau TaniFund dan 24 startup pinjaman online (pinjol) atau fintech lending karena kredit bermasalah. Kredit bermasalah pinjol ini tercermin dari tingkat wanprestasi pengembalian atau keterlambatan pembayaran lebih dari 90 hari (TWP90) perusahaan di atas 5%.

Adapun, TWP 90 atau kredit macet TaniFund 63,93%. Sedangkan Tingkat Keberhasilan Pembayaran di bawah 90 hari atau TKB 90 hanya 36,07%.

Kemudian, pada Juli 2023, OJK mengancam izin usaha startup pinjaman online atau pinjol TaniFund terancam dicabut.

Pada awal 2024, para investor mulai digugat ke pengadilan. Ada tiga gugatan ke Pengadilan Jakarta Selatan dengan total nilai gugatan Rp 471,2 juta.

Gugatan pertama pada 17 Januari 2024 dengan nilai gugatan Rp 131 juta. Ada tiga penggugat yakni Adrian Nurachman Tambunan, Hermawan Janu Wibowo, dan Sri Astri Nanditya.

Gugatan kedua pada 9 Februari 2024 dengan nilai gugatan Rp 286,2 juta. Ada empat penggugat yakni William Sumoro, Mohammad Adam Jourdan, Pandu Pradana, dan Citro Ariyanto.

Gugatan terakhir pada 25 Maret 2024 dengan nilai gugatan Rp 52 juta. Ada dua penggugat Kevin Kangdinata dan Yoshua Rinald.

Penyebab Gagal Bayar TaniFund

Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan penyebab NPL fintech lending melonjak disebabkan oleh asuransi kredit dan pandemi.

Kuseryansyah mengatakan coverage dari asuransi kredit merupakan sebuah tantangan yang cukup besar di industri fintech lending. Asuransi kredit ini harus semakin kuat untuk mendukung industri fintech lending yang semakin agresif.

“Beberapa platform sedang slow disbursement, terutama platform yang terdampak pandemi,” katanya dalam acara Media Luncheon AdaKami - Kontribusi Strategis P2P Lending untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Lebih Inklusif di Jakarta, Selasa (21/3).

TaniFund yang kredit macet sebesar 63,93% karena para petani memiliki kendala bayar sebab komponen biaya yang tiba-tiba meningkat.

Komponen biaya meningkat seperti harga bahan baku, pakan ternak. “Sehingga mereka mau tidak mau harus beli, tapi harganya tinggi,” ujarnya.

Kondisi ini menyebabkan space margin petani berkurang, yang berakibat petani kesulitan untuk membayar.

Ia menyatakan bahwa permasalahan sulit bayar sektor pertanian tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi terjadi secara globaL. Di Indonesia, “sektor yang paling sensitif adalah pertanian.”

Selain permasalahan kenaikan biaya, para petani juga menggunakan dana untuk hal konsumtif. Kuseryansyah mengatakan fintech P2P lending memiliki kredit skoring yang membaca semua variabel dari calon peminjam yang sudah mengantisipasi hal tersebut.

Fintech pun harus melihat behavior minus atau sisi konsumtif peminjam yang dinilai memiliki potensi resiko tinggi. “Untuk melihat behavior peminjam dilihat dari sosial media,” katanya.

Kuseryansyah mengatakan beberapa dari supply chain pertanian memang kesulitan untuk membayar kewajibannya karena komponen biaya petani bertambah. Misalnya harga bahan baku, pakan ternak, dan lainnya naik cukup signifikan.

“Sehingga mereka mau tidak mau harus beli, tapi harganya tinggi,” ujarnya. Menyebabkan space margin petani berkurang, yang berakibat petani kesulitan untuk membayar.

Ia menyatakan bahwa permasalahan sulit bayar sektor pertanian tidak hanya terjadi di Indonesia, namun terjadi secara globaL. Di Indonesia, “sektor yang paling sensitif adalah pertanian.”

Menurutnya, hal ini tidak hanya terjadi pada P2P lending tapi juga kepada bank dan Multi Finance.

Reporter: Lenny Septiani

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...