Dana Syariah Indonesia Beberkan Penyebab Dana Lender Nyangkut Rp1,5 Triliun

Leoni Susanto
19 November 2025, 15:59
Paguyuban Lender PT Dana Syariah Indonesia saat konferensi pers, Rabu (19/11/2025).
Katadata/Leoni
Paguyuban Lender PT Dana Syariah Indonesia saat konferensi pers, Rabu (19/11/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Dana Syariah Indonesia (DSI) mengungkapkan salah satu penyebab startup fintech peer-to-peer lending atau pinjaman daring syariah mengalami gagal bayar karena kondisi ekonomi yang lesu menyebabkan terganggunya likuiditas peminjam atau borrower.

“Penyebab gagal bayar ini kompleks. Di antaranya kondisi ekonomi pada 2024-2025 menyebabkan borrower bisnisnya terganggu, sehingga likuiditasnya juga terganggu,” kata Direktur Utama DSI Taufiq Aljurfri dalam konferensi pers, Rabu (19/11).

Kondisi ini menyebabkan para peminjam tak mampu memenuhi kewajiban. "Mereka jadi tidak bisa membayar sesuai jumlah dan waktu yang disepakati," kata Taufiq.

Penyebab yang disebut Taufiq ini tidak jauh berbeda dengan dokumen pernyataan PT DSI yang diterima Katadata.co.id pada Selasa (14/10). Dalam dokumen tersebut, PT DSI menyebut kondisi keterlambatan bayar disebabkan karena dinamika bisnis dan situasi ekonomi yang berdampak pada kemampuan sebagian borrower dalam memenuhi kewajiban secara tepat waktu.

Alasan ini sebelumnya dipertanyakan oleh Paguyuban Lender PT DSI. Sebab dalam keterangannya kepada paguyuban, PT DSI beralasan keterlambatan pembayaran adalah karena terjadi ‘sesuatu di luar kendali perusahaan’.

“Namun tidak pernah dijelaskan secara transparan, maksud dari ‘di luar kendali’ Dana Syariah Indonesia, bahkan setelah didesak oleh paguyuban dan OJK. Ketertutupan ini menghambat upaya penyelesaian yang cepat dan efektif,” kata perwakilan Paguyuban Lender PT DSI kepada Katadata.co.id, Kamis (13/11).

PT DSI sendiri dilaporkan menunggak bayar dana lender hingga Rp1,5 triliun. Nilai ini berdasarkan laporan lebih dari tiga ribu lender yang diterima dan kemudian diverifikasi oleh Paguyuban Lender PT DSI.

“Data yang sudah diverifikasi mencapai 3.312 lender per 18 November, dengan dana tertahan berdasarkan data aplikasi resmi mencapai hampir Rp1,5 triliun,” kata Pengurus Paguyuban Lender PT DSI Muhammad Munir, dalam konferensi pers yang sama.

Angka ini belum dikonfirmasi secara langsung oleh manajemen PT DSI. Namun jika jumlah ini benar, artinya per 18 November jumlah lender yang dilaporkan mengalami gagal bayar mencakup hampir 24% dari total 14 ribu lender aktif yang masih memiliki outstanding di PT DSI.

PT DSI telah menyampaikan komitmennya untuk mengembalikan dana lender seutuhnya dalam kurun waktu setahun, terhitung dari penandatanganan kesepakatan pada Selasa (18/11). Hal ini disampaikan setelah pertemuan bersama paguyuban pada hari yang sama.

Merespon terkait adanya isu penipuan atau fraud, kuasa hukum PT DSI Pris Madani menyebut perusahaan menyerahkan penilaian ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). PT DSI menyebut telah berusaha menjalankan mekanisme pengelolaan dana syariah sesuai ketentuan aturan hukum yang berlaku.

“Saat ini proses pemeriksaan khusus di OJK sedang berjalan. Laporan yang disampaikan kepada OJK sejak Juni atau Juli seharusnya sudah mulai teridentifikasi. Kita berharap OJK dapat memberikan penilaian yang obyektif,” kata Pris Madani pada kesempatan yang sama.

Awal Oktober, OJK telah melakukan pengawasan ketat terhadap PT DSI sebagai sanksi atas laporan keterlambatan bayar dana lender. Sanksi ini diberikan lewat surat Nomor SR-2/PL.1/2025 tentang Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) terhadap PT DSI.

Sanksi PKU terhadap PT DSI ini mencakup:

  1. PT DSI dilarang melakukan penggalangan dana baru dari lender dan penyaluran pendanaan baru kepada borrower dalam bentuk apapun.
  2. PT DSI dilarang melakukan pengalihan/pengaburan/mengurangi nilai/pemindahan kepemilikan/perubahan penguasaan aset, baik sebagian maupun keseluruhan kepada pihak lain dalam bentuk apapun. 
  3. PT DSI dilarang melakukan perubahan Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, dan Pemegang Saham yang telah tercatat dalam data pengawasan OJK. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Leoni Susanto
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...