Blokir Tak Efektif, Menkominfo Harap Fatwa MUI Berantas Hoax

Dimas Jarot Bayu
10 Juni 2017, 13:00
Medsos media
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Spanduk kampanye perlawanan terhadap informasi hoax di Ungaran, Jawa Tengah, 4 Februari 2017

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Fatwa tersebut diharapkan dapat membantu pemerintah memberantas informasi palsu alias hoax dan ujaran kebencian yang belakangan ini marak beredar di media sosial.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan, fatwa MUI dapat membantu pemerintah melaksanakan tugas sosialisasi literasi sesuai amanat dalam Undang-undang tentang Informasi dan Elektronik (UU ITE). Apalagi, pemerintah menyadari upaya pemblokiran situs atau akun media sosial tidak bakal efektif menangkal dampak buruk konten negatif.

Jadi, fatwa MUI bisa membantu pemerintah mendidik masyarakat agar bermedia sosial secara baik. "Kita harus perbanyak sosialisasi dan literasi konten-konten positif," kata Rudiantara dalam acara diskusi bertajuk "Melawan Konten Negatif di Media Sosial" di Jakarta, Jumat (9/6).

(Baca: Menkominfo Ancam Blokir Facebook Bila Konten Negatif Dibiarkan)

Pandangan senada disampaikan pegiat media sosial, Nukman Lutfhie. Menurut dia, saat ini masyarakat Indonesia masih kesulitan menyaring konten informasi yang baik, benar, dan bermanfaat. Masyarakat juga kerap terbelah akibat sentimen di media sosial. Fenomena tersebut terlihat semakin menguat sejak Pilkada DKI Jakarta 2017.

"Betapa jahatnya ujaran kebencian, berita hoax, betapa kita tidak berdaya dengan media sosial. Sentimen saat Pemilu Presiden 2014 itu tidak ada apa-apanya tuh, sekarang semakin kacau," katanya.

Dengan adanya fatwa MUI, Nukman optimistis aktivitas bermedia sosial masyarakat akan semakin baik. "Lewat pencegahan hukum, moral, etis, dan lain-lain kan belum cukup. Jadi ketika ditambah agama, saya harap ini bisa lebih powerfull," katanya.

Di tempat yang sama, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam menjelaskan, fatwa teranyar MUI tersebut memuat  beberapa hal yang diharamkan bagi umat Islam dalam penggunaan media sosial. Pertama, umat Islam diharamkan melakukan gibah alias membicarakan keburukan orang lain, fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran permusuhan.

MUI lawan hoax

Kedua, fatwa tersebut juga mengharamkan aksi merisak (bullying), ujaran kebencian, serta permusuhan berbasis suku, agama, ras, atau antargolongan (SARA). Lalu, haram juga menyebarkan berita bohong meskipun dengan tujuan baik.

Umat Islam juga diharamkan menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syariah. Haram pula menyebarkan konten yang benar namun tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.

Kegiatan memproduksi, menyebarkan, dan/atau membuat dapat diaksesnya konten maupun informasi yang tidak benar kepada masyarakat juga dilarang dalam fatwa tersebut. Selain itu, buzzer yang beraktivitas menyediakan konten informasi negatif juga diharamkan.

(Baca: Istana Nilai Fatwa MUI Soal Media Sosial Cocok di Kondisi Sekarang)

Selain itu, terdapat pula panduan praktis bagi umat Islam dalam bermedia sosial. Asrorun memberi contoh, mengenai mekanisme verifikasi informasi atau tabayyun. "Fatwa ini memberikan latar bagaimana cara melakukan tabayyun."

Selanjutnya, pemerintah berencana memfasilitasi MUI untuk mensosialisasikan fatwa tersebut di berbagai daerah di Indonesia. Rudiantara mengatakan, Kementerian Kominfo berencana melakukan sosialisasi fatwa tersebut pada Juli mendatang.

"Kami akan roadshow ke daerah-daerah atau kelompok-kelompok masyarakat tentang fatwa MUI. Ini yang akan menjadi spearhead adalah MUI, pemerintah hanya memfasilitasi," ujar Rudiantara.

Editor: Yura Syahrul

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...