Mengoptimalkan Digital Health di Indonesia
Ekosistem digital di bidang kesehatan terus tumbuh terakselerasi pandemi Covid-19. Pada 2022, Frost & Sullivan Digital Market Overview Indonesia memproyeksikan pendapatan dari digital health bisa menyentuh US$ 726 juta dengan tingkat pertumbuhan 60 persen per tahun.
Salah satu praktik layanan kesehatan berbasis teknologi digital yang sedang berkembang di Indonesia adalah telemedis. Implementasi terkini bahkan sudah masuk pada tataran telehealth, seperti telepharmacy, telelaboratory, virtual medical education, dan virtual assistants.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih mengakui, digital health membuat layanan kesehatan menjadi lebih baik, pasalnya komunikasi dokter dengan pasien bisa berlangsung lebih sering dan intensif. Namun ke depan, pemanfaatan layanan kesehatan digital seperti telemedis memerlukan dukungan lebih lanjut.
“Ada tiga hal terpenting terkait konsep digital health, yaitu infrastruktur internet memadai, integrasi telemedis, serta electronic medical record,” katanya dalam diskusi publik bertajuk Tantangan Pelayanan Kesehatan di Masa Depan, Sabtu (22/8/2020).
Guna mewujudkan infrastruktur internet yang memadai, selain diperlukan fasilitas internet juga dibutuhkan kolaborasi sejumlah pihak dalam satu ekosistem. Mereka yang dimaksud khususnya tenaga kesehatan, startup di bidang digital health, fasilitas kesehatan, dan farmasi.
Terkait integrasi telemedis, memerlukan pelayanan kesehatan yang terkomputerisasi. Tidak hanya itu, tenaga medis juga harus menguasai dan melek teknologi. Sementara dalam penerapan electronic medical record, memerlukan integrasi sistem informasi, jaminan kerahasiaan data pasien, serta kedaulatan data.
“Kalau tenaga medis tidak melek teknologi meskipun telemedis didorong pemanfaatannya maka tetap tidak bisa berjalan secara optimal. Dan jangan lupa tantangan utama kita, bagaimana agar semua aplikasi digital kesehatan menjamin kerahasiaan data pasien,” ujar Daeng.
Apabila aspek-aspek tersebut dipenuhi maka manfaat digital health seperti telemedis dapat dirasakan lebih optimal oleh masyarakat. Beberapa manfaat yang dimaksud, seperti pemerataan layanan, peningkatan kualitas layanan kesehatan terutama di daerah terpencil, penghematan biaya kesehatan, efisiensi waktu, serta mempercepat akses ke pusat rujukan.
Staf Khusus Menteri Kesehatan Alexander Ginting mengakui, pada masa pandemi seperti sekarang, aplikasi telemedis tampil sebagai terobosan. Satu hal yang patut untuk diperhatikan bahwa seluruh hasil telemedis yang tercatat ke dalam basis data digital sebagai rekam medik wajib dijaga kerahasiaannya. “Pelayanan kesehatan memanfaatkan teknologi diharapkan mampu mengurangi penyebaran Covid-19, terutama pada era adaptasi kebiasaan baru,” tutur Alexander.
IDI mencatat, dokter yang terlibat di dalam lima aplikasi telemedis terbesar di Indonesia rupanya tidak hanya dokter umum tetapi juga dokter spesialis. Perinciannya a.l. Alodokter (21.500 dokter umum, 4.500 dokter spesialis), Halodok (12.000 dokter umum, 8.000 dokter spesialis), Klik Dokter (9.000 dokter umum, 2.000 dokter spesialis), Aido Health (100 dokter umum, 1.000 dokter spesialis), sedangkan Good Doctor (150 dokter umum, 250 dokter spesialis).
Selain lima aplikasi telemedis yang disebutkan IDI, Kementerian Kesehatan juga menghadirkan aplikasi SehatPedia, Sisrute, dan Temenin (Telemedicine Indonesia). Aplikasi mobile ini bertujuan memacu penyempurnaan ekosistem digital bidang kesehatan.