Siasat Dua Startup Dorong Gaya Hidup Ramah Lingkungan di Indonesia
Startup Jejak.in dan Waste4Change mengungkapkan empat cara dalam mendorong gaya hidup ramah lingkungan masyarakat Indonesia. Pasar yang digarap keduanya juga mempunyai potensi besar.
CEO Jejak.in Arfan Arlanda mengatakan, perusahaan gencar mengedukasi masyarakat untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. "Gencar memberikan informasi, apa yang akan terjadi pada lingkungan ke depan, atau dampak dari gaya hidup tidak ramah lingkungan," katanya dalam konferensi pers virtual, Rabu (20/4).
Kedua, memberikan akses dan kemudahan bagi masyarakat dalam menjalani gaya hidup ramah lingkungan. "Ini karena banyak orang yang berpikir gaya hidup ramah lingkungan akan menyulitkan," ujarnya.
Ketiga, memberikan penjelasan terkait dampak dari kontribusi masyarakat secara terukur. Sebab, warga banyak yang merasa bahwa kontribusi kecil terhadap lingkungan tidak ada artinya.
Founder sekaligus CEO Waste4Change Bijaksana Junerosano menambahkan, cara lain untuk mendorong gaya hidup ramah lingkungan yakni perubahan struktural atau aksi mandatori. "Misalnya, menerapkan kebijakan mengikat dengan adanya pajak karbon," katanya.
Kedua startup lingkungan itu pun gencar berinovasi mendorong gaya hidup ramah lingkungan masyarakat. Jejak.In bekerja sama dengan Gojek membuat fitur Pohon Kolektif.
Melalui fitur itu, pengguna Gojek akan diberikan opsi berkontribusi Rp 1.000 saat naik GoRide dan Rp 2.000 saat naik GoCar untuk menanam pohon.
Waste4Change juga berkerja sama dengan Gojek dalam menggelar program #DariAksiKecil. Program ini memfasilitasi penjualan minyak jelantah dan sampah kering, seperti kardus, plastik kemasan bekas industri rumah tangga, atau operasional usaha untuk didaur ulang.
Upaya mendorong gaya hidup ramah lingkungan dilakukan oleh Jejak.In dan Waste4Change seiring dengan potensi bisnis yang besar. Di beberapa negara, investasi di sektor ekonomi hijau menjadi tren, sebagaimana Databoks di bawah ini:
Namun riset Bain and Company menunjukkan, negara-negara di Asia Tenggara lambat dalam beralih ke ekonomi hijau. Padahal, transformasi bisnis menuju ekonomi yang lebih hijau di wilayah itu menawarkan keuntungan US$ 1 triliun per tahun pada 2030.
Bain and Company juga menilai bahwa negara-negara di kawasan ini berpotensi memimpin dalam menghadirkan peluang ekspor produk inovatif, memperluas ke layanan baru, dan menangkap pangsa pasar global di bidang ekonomi hijau.