Gojek & Jejak.in: Sulit Buat Teknologi Emisi Karbon Incaran Elon Musk

Fahmi Ahmad Burhan
4 Februari 2021, 16:13
Gojek & Jejak.in: Sulit Buat Teknologi Emisi Karbon Incaran Elon Musk
ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
Pesawat udara mendarat di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda yang diselimuti kabut asap di Blang Bintang, Aceh Besar, Aceh, Senin (23/9/2019).

CEO Tesla Elon Musk menjanjikan hadiah US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun untuk pengembangan teknologi ‘terbaik’ yang dapat menangkap emisi karbon dioksida. Gojek dan Jejak.in mengungkapkan tantangan dalam mengembangkan teknologi ini, salah satunya validasi.

Founder sekaligus CEO Jejak.in Arfan Arlanda mengatakan, perusahaan menyediakan layanan pengurangan emisi karbon berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) sejak 2018. Startup ini menggaet entitas bisnis hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) bidang lingkungan. 

Pada tahun lalu, Jejak.in juga berkolaborasi dengan Gojek menyediakan layanan pengurangan emisi karbon untuk entitas bisnis dan masyarakat umum. “Ini saja tantangannya membangun kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang sangat susah," kata Arfan saat konferensi pers virtual, Kamis (4/2).

Tantangan lainnya yakni teknologi yang dikembangkan belum umum. Alhasil, perusahaan perlu memvalidasi setiap teknologi yang akan diterapkan. 

Selain itu, membutuhkan talenta dan infrastuktur yang mumpuni dalam mengembangkan teknologinya. Lewat proyek bersama Gojek misalnya, Jejak.in harus pengumpulan ribuan data spesifik pohon agar pemanfaatan AI maksimal.

Perusahaan juga membangun pusat Internet of Thing (IoT), AI, dan machine learning model.

Sejauh ini, beberapa perusahaan di Indonesia dan negara lainnya mengembangkan layanan atau produk untuk mengurangi emisi karbon. Jejak.in dengan cara menghitung emisi karbon yang dihasilkan per hari dan mendorong pengguna menanam pohon.

Lalu, startup penerbangan ramah lingkungan ZeroAvia mengubah emisi pesawat menjadi hidrogen. Ini karena sektor penerbangan merupakan salah satu penyumbang terbesar emisi karbon.

Perusahaan rintisan itu mengandalkan teknologi electrolyzer yang membuat gas alam dapat diubah menjadi hidrogen. Mereka juga membuat bahan bakar sendiri dari listrik dan air untuk menghidupkan sistem pesawat.

Teknologi yang dikembangkan oleh startup ZeroAvia
Teknologi yang dikembangkan oleh startup ZeroAvia (Instagram/@zeroavia)

Awal 2020, startup itu menguji coba penerbangan menggunakan baterai listrik skala komersial pertama. Ini juga merupakan penerbangan pertama pesawat bertenaga sel bahan bakar hidrogen.

"Kami menutup celah bagi industri penerbangan untuk memulai transisinya dari bahan bakar fosil," kata CEO ZeroAvia Val Miftakhov dalam siaran pers perusahaan, tahun lalu (16/12/2020).

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...