Kata Ekonom soal Driver Ojol Minta Jadi Karyawan Tetap: Bisa Berdampak Negatif
Salah satu tuntutan ribuan pengemudi ojek online alias ojol yang berdemo di depan kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo pada Kamis siang (29/8) yakni legalitas. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies atau Celios Nailul Huda menilai tuntutan ini dapat berdampak negatif bagi para pekerja itu sendiri.
Alasannya, ojek online alias ojol yang merupakan bagian dari pekerja tidak tetap atau gig workers sangat menitikberatkan pada fleksibilitas waktu dalam bekerja.
"Saya paham tuntutan mereka juga akan mengarah kepada status pekerja bagi driver ojek online, di mana bisa mendapatkan hak yang mereka tuntut. Akan tetapi, masalahnya yakni ketika status menjadi pekerja, maka bentuk kontraknya bukan sebagai pekerja gig lagi. Mereka dapat kehilangan fleksibilitas pekerjaan dan sebagainya," ujar Nailul dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (30/8).
Formalisasi pekerja ojek online juga bisa menjebak para pengemudi ojol pada jebakan pekerjaan dengan kualitas rendah tanpa ada kesepakatan untuk mengembangkan kemampuan.
Oleh karena itu, menurut Nailul, masalah sebenarnya yakni bukan status sebagai angkutan umum. Sebab, sejak awal tidak ada permasalahan tentang status angkutan umum atau bukan di ojek pangkalan.
Isu legalisasi ojol tersebut sudah bergulir sejak 2023, ketika Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemenaker mengajukan draf Permenaker Ojek Online. Sebab saat itu, mayoritas pengemudi ojol menolak pembatasan jam kerja maksimal 12 jam.
"Pembatasan jam kerja akan merugikan kami, karena tidak fleksibel," kata Ketua Umum Gograber Indonesia Ferry Budhi saat melakukan aksi demo di depan Gedung Kemenaker, Jakarta beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan atau Menhub Budi Karya Sumadi menyatakan setuju, jika status dan segala ketentuan tentang ojol, termasuk soal kesejahteraan pengemudi ojek online, diatur dalam landasan hukum setingkat Undang-Undang.
"Satu usulan yang baik agar landasan UU itu dibuat, kami setuju untuk diberlakukan, kami juga sangat concern dengan apa yang dimintakan oleh para ojol," kata Budi Karya
Menurut Budi, perlu ada ketentuan dalam UU mengenai perlindungan dan kesejahteraan para pengemudi ojol. Hal itu karena saat ini jumlah kendaraan ojek online sangat banyak, serta mempengaruhi transportasi umum dan konektivitas masyarakat.
"Apa (pendapatan ojol) yang didapat itu memang sangat dibutuhkan keluarganya. Bahkan ada mereka-mereka yang disabilitas, kami apresiasi," ujar dia.
Saat ini, UU Nomor 22 tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) belum mengatur tentang penggunaan kendaraan roda dua sebagai sarana transportasi umum untuk mengangkut penumpang maupun barang. Aturan terkait kendaraan roda dua saat ini hanya diatur dalam ketentuan setingkat peraturan menteri yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019.