Mochtar Riady: Indonesia Bisa Jadi Besar dengan Revolusi Industri 4.0

Cindy Mutia Annur
28 November 2019, 15:18
mochtar riady, revolusi industri 4.0, grup lippo
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Pendiri Lippo Group Mochtar Riady memberikan paparan dalam acara Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dengan tema "Indonesia Digital Conference (IDC) 2019", di Ballroom Djakarta Theater Jakarta (28/11/2019).

Pendiri Grup Lippo Mochtar Riady mengatakan bahwa Indonesia harus mencontoh Tiongkok yang perekonomiannya sempat tertinggal jauh lantaran tidak mengikuti perkembangan revolusi industri yang dimulai pada tahun 1760 di Inggris.

Sebelum ada revolusi industri, produk domestik bruto (PDB) Tiongkok ketika itu telah mencapai lebih dari 30 % PDB dunia. Namun Negeri Panda ini kurang peka ketika terjadi revolusi industri 1 dan 2 yang mengubah wajah perekonomian global, sehingga Tiongkok menjadi negara yang tertinggal.

Bahkan sampai dengan dua dekade yang lalu, atau sekitar 1995, perekonomian Indonesia masih lebih maju dibandingkan Tiongkok. Oleh karena itu perubahan besar dalam era revolusi industri 4.0 harus disikapi dengan cepat dan tepat oleh pemerintah maupun para pelaku dunia usaha.

"Kini Tiongkok menjadi negara terkuat nomor dua di dunia karena mereka mulai pulih kembali. Artinya, kita jangan pernah minder kalau Indonesia saat ini kecil, karena dari kecil inilah kita bisa menjadi besar," ujar Mochtar dalam sambutannya di acara Indonesia Digital Conference di Jakarta, Kamis (28/11).

(Baca: Bos Lippo Mochtar Riady Sebut Teknologi Digital Bukan Hal Baru)

Dia pun mencontohkan bagaimana perubahan teknologi dapat berdampak signifikan terhadap dunia usaha. Mereka yang tidak peka terhadap perubahan akan lenyap seiring dengan terus berkembangnya teknologi.

"Waktu saya kecil ada 10 orang terkaya di dunia. Sekarang, dimana keturunan keluarga itu, saya tidak tahu. Di Jawa Tengah pada 1960-an ada raja gula Oei Tiong Ham yang punya kekayaan 200 juta gulden Belanda, sekitar US$ 20 miliar. Sekarang dimana keluarganya pun tidak tahu," kata Mochtar.

Ketidakmampuan untuk mengikuti perkembangan teknologi yang kemudian mengubah wajah perekonomian dan politik dunia juga membuat beberapa perusahaan asal Jepang pada akhirnya jatuh ke tangan asing. Seperti Mitsubishi dan Nissan yang kini juga dimiliki oleh Renault asal Perancis, serta Hitachi, Toshiba, Sharp, dan Panasonic yang jatuh ke tangan Tiongkok.

Mochtar juga mencontohkan bagaimana Bluebird yang sempat goyah karena kemunculan ojek dan taksi online melalui Gojek, Grab, dan Uber beberapa tahun lalu. Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa di era revolusi industri 4.0 ini bukan lagi waktunya hanya membicarakan teknologi maupun digital.

(Baca: Gaet SoftBank, Lippo Karawaci Kembangkan Properti Berbasis AI dan IoT)

"Yang terpenting, bagaimana memanfaatkan teknologi tersebut dalam berbagai proses bisnis agar lebih efektif dan efisien sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain. Seperti penggunaan artificial intelligence (AI) dan robot yang perannya sangat penting bagi kemjuan suatu perusahaan ataupun negara," ujarnya.

Selain itu, Mochtar juga mengatakan bahwa perusahaan di Indonesia tidak perlu berkecil hati apabila saat ini masih 'kecil' dibandingkan yang lain. Beberapa tokoh sukses, seperti Steve Jobs, Bill Gates dan Jack Ma pun memulai usahanya dari 'kecil' hingga akhirnya menjadi 'besar'.

"Semua perusahaan yang namanya besar saat ini, semuanya dari kecil dan mereka pelan-pelan untuk menjadi besar, mereka tidak langsung menjadi besar," ujarnya.

(Baca: Tak Kuat ‘Bakar Uang’, Bos Lippo Akui Jual Dua Pertiga Saham OVO)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...