G20 Sepakat Perketat Pengawasan Kripto demi Stabilitas Keuangan
Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 di Jakarta dua hari terakhir turut membahas reformasi sektor keuangan global. Salah satu isu yang disepakati yaitu, dorongan untuk memperketat pengawasan terhadap aset kripto.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, aspek yang diperhatikan negara-negara G20 dalam pembahasan soal reformasi sektor keuangan berupa upaya pengelolaan risiko teknologi dan digitalisasi. G20 sepakat bahwa aset kripto berkembang sangat pesat dan diperlukan pengawasan lebih lanjut.
"Negara G20 menyepakati perlunya kerangka pengaturan dan pengawasan terhadap aset kripto, perkembangan aset kripto cukup pesat sehingga bila tidak dipantau secara baik dikhawatirkan dapat menimbulkan instabilitas terhadap pasar keuangan global maupun terhadap perekonomian," kata Perry dalam konferensi pers secara daring, JUmat (18/2).
Beberapa dari negara-negara G20 memang sudah terang-terangan menolak kehadiran kripto. Cina, negara perekonomian terbesar dunia, pada akhir tahun lalu sempat menutup beberapa situs berita tentang uang kripto. Beijing juga memecat pejabat yang ketahuan mendukung panambangan kripto.
Selain melanjutkan pengawasan terhadap aset kripto, negara-negara G20 juga terus melanjutkan pembahasan soal persiapan mata uang digital alias central bank digital currency (CBDC). Pembahasannya terutama terkait pentingnya melanjutkan asesmen mengenai implikasi dari penerapan CBDC ini.
Bukan hanya merundingkan terkait upaya pengawasan dari teknologi dan digitalisasi sektor keuangan lewat pengawasan kripto dan penyiapan CBDC, negara-negra G20 juga membicarakan dari sisi peningkatan manfaat dari kemajuan teknologi ini. G20 juga sepakat melanjutkan implementasi G20 roadmap for enhancing cross border payment system. Ini merupakan kesepakatan untuk memperluas sistem pembayaran lintas negara.
Topik ini sudah dirumuskan pada Presidensi Arab Saudi 2020 dan penyusunan roadmapnya dilakukan pada Presidencsi G20 Italia tahun lalu. Perry mengatakan, dalam isu ini, presidensi G20 Indonesia akan mengimplementasikan berbagai roadmap itu untuk mendukung sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman dan handal.
"Dan tentu saja dalam melakukan digitalisasi sistem pembayaran itu untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan inklusi keuangan, khususnya untuk pengembanag transaksi perdaganagn ritel dan juga mendukung usaha UMKM," kata Perry.
Dalam pertemuan G20 juga dilakukan asesmen mengenai kondisi sistem keuangan global saat ini. Perry mengatakan, G20 sepakat bahwa kondisi sektor keuangan global saat ini sudah semakin kuat, khususnya di perbankan. Secara keseluruhan perbankan global saat ini masih memiliki likuiditas dan kemampuan manajemen risiko yang kuat.
"Namun demikian kita melihat dengan adanya pandemi, itu juga menimbulkan dampak terhadap sektor keuangan, di samping itu juga muncul lembaga atau jasa keuangan yang di luar perbankan dan juga semakin besarnya perdagang kripto," kata Perry.