Riset: Perusahaan Global Pilih Kecerdasan Buatan Ketimbang Metaverse
Riset Gartner menunjukkan, teknologi kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) menjadi prioritas utama bagi para pemimpin bisnis dalam tiga tahun berturut-turut. AI lebih dipilih ketimbang metaverse.
Laporan bertajuk "2022 CEO Survey — The Year Perspectives Changed" itu dilakukan dengan metode survei kepada CEO dan eksekutif puncak di berbagai perusahaan. Survei ini membahas tentang berbagai topik, termasuk tenaga kerja, lingkungan, dan digitalisasi.
Hasilnya, 52% perusahaan mengungkapkan bahwa AI menjadi prioritas mereka dalam tiga tahun ke depan. Kemampuan AI memungkinkan mesin belajar dari pengalaman, menyesuaikan input baru, dan melaksanakan tugas seperti manusia.
Banyak perusahaan mempercepat rencana adopsi AI seiring dengan adanya pandemi Covid-19. "Banyak bisnis beralih ke AI sebagai kekuatan inti yang mendorong kemajuan mereka," kata Gartner dikutip dari Business Insider, Selasa (5/7).
Pasar AI juga mempunyai potensi pertumbuhan yang besar. Nilainya diprediksi US$ 126 miliar pada 2025.
Sedangkan berdasarkan riset tersebut ada empat penggunaan utama AI dalam bisnis saat ini, di antaranya:
1. AI digunakan untuk personalisasi
Setiap interaksi yang dimiliki konsumen dengan situs web perusahaan dicatat dan diubah menjadi data yang dapat digunakan.
2. Menjalankan sistem otomatisasi
Tujuannya, melipatgandakan produktivitas karyawan.
3. Dengan cara melayani pelanggan pada tahap lanjutan
Layanan pelanggan kini tertanam kuat di AI, karena teknologinya dapat memindai ucapan dan memutuskan apa yang dibutuhkan klien.
4. AI digunakan untuk manajemen data
AI memperkuat analisis data untuk menghemat waktu produktif karyawan dan memungkinkan mereka berfokus pada aktivitas lain.
Gartner juga mengungkapkan, AI mengalahkan teknologi yang saat ini populer yakni metaverse. Laporan menunjukkan, metaverse memang mengumpulkan banyak perhatian, terutama sejak Facebook mengganti nama menjadi Meta.
Namun ternyata, perusahaan tidak begitu signifikan menanggapinya. Ada sekitar 63% responden Gartner yang tidak menganggap metaverse sebagai teknologi tepat untuk diprioritaskan dalam lanskap bisnis saat ini.
Gartner juga menyebutkan, CEO menganggap metaverse hanya membuat bingung. Mereka pun masih menimbang-nimbang perlu tidaknya berinvestasi di metaverse.
Metaverse merupakan versi teranyar dari virtual reality (VR) tanpa komputer. Pengguna teknologi dapat memasuki dunia virtual menggunakan perangkat berupa headset atau kacamata berbasis augmented reality (AR) maupun VR.
Teknologi itu diramal menjadi tren ke depan. Pendiri Microsoft Bill Gates memperkirakan bahwa pertemuan kantor di dunia virtual atau metaverse akan menjadi tren pada 2023 – 2024.
Menurutnya, pandemi Covid-19 mendorong banyak orang beralih ke digital, termasuk merevolusi tempat kerja.
Raksasa teknologi asal Cina, Baidu, juga memperkirakan bahwa adopsi metaverse butuh waktu enam tahun agar bisa hadir sepenuhnya secara global. Presiden HTC China Alvin Graylin juga mengatakan, metaverse secara penuh akan hadir dalam lima sampai 10 tahun.
Statista pernah melakukan survei terhadap 1.000 responden untuk mengetahui kegiatan apa saja yang ingin mereka lakukan di metaverse. Sekitar 52% responden mengaku ingin masuk ke sana untuk mendapat pengalaman bekerja di ruang kerja virtual.