Ramai Tagar Blokir Kominfo, Ini Pro dan Kontra Aturan PSE
Kebijakan pendaftaran bagi Penyelenggara Sistem Elektronik atau PSE menuai pro dan kontra. Kalangan yang tidak setuju dengan aturan ini mengkritik pemerintah lewat tagar "blokir Kominfo" di media sosial dan membuat petisi di Change.org.
Protes ini muncul setelah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir beberapa PSE yang beroperasi di Tanah Air. Masyarakat merasa dirugikan dengan diblokirnya PayPal hingga game online seperti Steam.
“Saya sebagai pekerja seni sangat dirugikan. Saya hanya full time artist, komisi Saya mengalir di PayPal. Tubuh Saya lemas,” kata akun @ealahkarepmu.
LBH Jakarta menyatakan pemblokiran situs Steam, Epic Games hingga PayPal tindakan sewenang-wenang, melawan hukum, dan menyebabkan kerugian masyarakat.
Pemblokiran dilakukan dengan dalih aplikasi dan situs tidak terdaftar dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020.
"Pemerintah suka memakai jargon seolah-olah mendukung ekonomi kreatif dan ingin meningkatkan literasi digital tapi malah bertindak sebaliknya," kata pengacara publik LBH Jakarta, Shaleh Al Ghifari.
Kritikan juga datang dari lembaga SAFEnet. Lembaga ini menyatakan banyak pasal yang membuat hak atas privasi dan kebebasan berekspresi terancam dan dengan platform digital mendaftar, berarti sudah mempertaruhkan data penggunanya.
Tiga poin yang dijelaskan SAFEnet terkait pasal tersebut, yaitu:
1. Konten pengguna sewaktu-waktu bisa dihapus kalau dianggap meresahkan dan mengganggu ketertiban umum
2. Sistem dan data pengguna dikasih akses ke kementerian dan aparat penegak hukum
3. Komunikasi privat dibuka oleh aparat penegak hukum
Dukungan Terhadap Aturan PSE
Pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons A Tanujaya menilai kebijakan terkait PSE merupakan langkah awal dalam penegakan kedaulatan digital Indonesia.
Dia menyebutkan banyak instansi yang berkepentingan dengan pendaftaran PSE ini. "Seperti OJK dan BI yang akan sangat dibantu dalam mengelola aplikasi finansial, pinjol dan dompet digital asing yang menjalankan aktivitasnya di Indonesia tanpa izin," kata Alfons dalam keterangan pers, Senin.
Terkait dengan maraknya kritikan, Alfons berpendapat penting bagi pemerintah untuk tidak terlalu kaku, dan harus bisa "bermain cantik".
"Karena PSE asing yang dibiarkan ini sudah memiliki banyak pengguna yang tentunya akan langsung marah dan protes karena comfort zone-nya terganggu," kata Alfons.
Dia juga menyarankan Kominfo membenahi sistem dan organisasinya dengan profesionalisme, transparansi dan pembenahan sistem internal. "Sehingga mampu memberikan layanan yang baik dan tidak mempersulit PSE yang mendaftar atau malah memanfaatkan pendaftaran PSE ini sebagai sarana KKN baru," ujar dia.
Ia juga memberikan contoh Uni Eropa melalui General Data Protection Regulation (EU GDPR) yang profesional. Peraturan organisasi ini pun disegani oleh PSE dan menjadi panutan banyak negara di dunia.
Alfons menyetujui langkah pemblokiran bila PSE tidak berminat mengikuti aturan main. "PSE Indonesia, seperti Gojek, jika ingin berusaha di negara lain, jelas-jelas harus mengikuti aturan di negara yang bersangkutan," kata Alfons.
Dia mengatakan pemerintah sudah memberikan kelonggaran kepada dengan membuka blokir PayPal sehingga pengguna bisa menarik dananya yang tertahan karena tidak bisa mengakses layanan. "Namun, jika Paypal memutuskan tidak ingin mendaftar PSE, masyarakat masih bisa mencari alternatif lain," kata dia.