GSMA: Indonesia Bisa Rugi Rp 216 Triliun karena Internet 5G
Indonesia sudah mengembangkan infrastruktur internet 5G sejak Mei 2021. Namun Asosiasi Industri Seluler Global atau GSMA memperkirakan, pemerintah bisa kehilangan potensi Rp 216 triliun jika tidak meninjau ulang layanan ini.
Analis GSMA memprediksi, manfaat internet 5G bagi sosial ekonomi sekitar Rp 216 triliun selama 2024 – 2030. Namun potensi manfaat ini bisa hilang, jika harga pita spektrum meningkat.
Berdasarkan laporan GSMA bertajuk ‘Biaya Spektrum Berkelanjutan untuk Memperkuat Ekonomi Digital Indonesia’ memperkirakan biaya total spektrum tahunan bagi operator seluler di Tanah Air meningkat lebih dari lima kali lipat sejak 2010. Padahal pendapatan industri menurun 48% sejak 2010.
Rasio biaya spektrum frekuensi tahunan dibandingkan pendapatan seluler di Indonesia saat ini berada pada level 12,2%. Rasio rata-rata di Asia Pasifik hanya 8,7% dan global 7%.
Head of Asia Pacific GSMA Julian Gorman mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara dengan ekonomi digital terbesar dengan tingkat pertumbuhan yang sangat pesat di Asia Pasifik.
“Namun pengadaan internet 5G di Indonesia membutuhkan waktu, karena butuh pendekatan cermat dari pemerintah mengingat adanya kendala geografis dan kesiapan pasar,” kata Julian dalam keterangan pers, Kamis (9/11).
“Kami perkirakan, 80% dari total populasi Indonesia menggunakan layanan 5G pada 2030,” Julian menambahkan. GSMA mencatat, cakupan 4G di Indonesia 97% dan 5G 15% dari total populasi.
GSMA pun merekomendasikan beberapa langkah kepada pemerintah Indonesia untuk memaksimalkan manfaat internet 5G:
- Melelang spektrum frekuensi 5G, namun kurangi harga tawar minimum
- Mengkaji harga spektrum
- Menambah spektrum frekuensi yang cocok untuk internet 5G
- Memberikan insentif bagi industri untuk berinvestasi dalam infrastruktur digital
“Keberhasilan 5G di Indonesia memerlukan kerangka regulasi matang untuk proses pelelangan yang sukses, sehingga muncul timbal balik yang adil bagi pemerintah dan mengakselerasi pertumbuhan digital,” ujarnya.
Analisis GSMA menilai pengurangan harga satuan spektrum frekuensi sangat penting dilakukan. Jika tidak, operator akan kesulitan melakukan investasi yang signifikan dalam pengembangan 5G, yang kemudian berdampak terhadap:
- Penyebaran jaringan yang lebih lambat
- Pengalaman seluler konsumen yang kurang baik
- Hilangnya potensi pertumbuhan ekonomi yang hadir dari aplikasi-aplikasi yang menggunakan teknologi 5G terbaru
Untuk mencegah hal ini terjadi, laporan GSMA telah memberikan tiga rekomendasi penting untuk Pemerintah Indonesia, menjelang lelang spektrum frekuensi 5G mendatang:
- Kurangi harga tawar minimum
- Peninjauan kembali biaya tahunan spektrum
- Rencana spektrum frekuensi yang mendukung perkembangan masa depan