Viral Foto Kerusakan Raja Ampat Disebut Buatan AI, Ini Kata Komdigi


Netizen menduga foto-foto viral yang menampilkan kerusakan yang disebut terjadi di Raja Ampat, Papua, merupakan hasil kecerdasan buatan alias AI. Komdigi atau Kementerian Komunikasi dan Digital merespons hal ini.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM Bahlil Ladahalia meminta agar masyarakat bijak melihat kondisi terkini Pulau Piaynemo dan Pulau Gag di Raja Ampat yang dituding tercemar berdasarkan sejumlah unggahan dari media sosial.
Sambil memperlihatkan foto-foto dengan kerusakan dan gundulnya hutan yang dilabeli tulisan ‘hoaks’ merah, Bahlil menjelaskan bahwa Piaynemo sebagai pusat pariwisata di Kepulauan Raja Ampat dituding mengalami kerusakan lingkungan. Ia pun meminta masyarakat menyikapi berbagai informasi secara berhati-hati.
Direktur Kemitraan Komunikasi Lembaga dan Kehumasan sekaligus Pelaksana tugas atau Plt Direktur Komunikasi Publik Marroli J. Indarto mengakui, dewasa ini sulit membedakan gambar asli dan buatan AI.
“Kalau secara teknikal memang susah dibedakan. Harus dicek lebih mendalam misalnya, dari tone atau metadata. Untuk masyarakat umum, memang cukup sulit,” kata Marroli kepada wartawan, Kamis (13/6).
Ia menyampaikan pemerintah tengah menyiapkan roadmap AI, yang dijadwalkan akan diluncurkan pada Juli. Marolli menyebut roadmap ini diharapkan menjadi landasan dalam menyusun regulasi terkait penggunaan dan penyebaran konten berbasis AI.
Sebelumnya, akun X @PatubMbel mengunggah beberapa gambar yang disebut menunjukkan kerusakan akibat tambang nikel di Raja Ampat, pada Jumat (6/6). Gambar-gambar ini memperoleh lebih dari 41 ribu likes dan 12 ribu retweet per Jumat (13/6).
Namun, sejumlah warganet lain, termasuk akun @niwseir, menduga gambar tersebut merupakan hasil rekayasa AI.
“Hati-hati mengunggah gambar dalam mengkritik tambang nikel di Raja Ampat. Jangan sampai menyebarkan gambar palsu. Selain jelek, ada risiko UU ITE,” tulisnya dalam media sosial X, Jumat (6/6).
Cara Bedakan Gambar AI dan Asli
Pakar keamanan siber dari CISSReC Pratama Persadha mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap penyebaran gambar hasil AI yang menyerupai foto asli.
Peringatan itu disampaikan menyusul viralnya gambar yang diklaim sebagai aktivitas tambang di Raja Ampat, Papua Barat, namun belakangan diketahui sebagai gambar hasil rekayasa AI.
“Ini bentuk baru dari hoaks visual. Saya menyebutnya sebagai synthetic image propaganda,” kata Pratama dalam keterangan pers yang diterima Katadata.co.id, Kamis (13/6).
Ia menduga gambar tersebut dibuat menggunakan platform berbasis AI seperti Midjourney atau DALL·E.
Menurut Pratama, kemajuan teknologi AI membuat citra buatan kini semakin sulit dibedakan dari gambar asli. “Dulu, manipulasi visual memerlukan keahlian dalam perangkat lunak seperti Photoshop. Kini, siapa pun bisa membuat gambar meyakinkan dalam hitungan detik,” ia menambahkan.
Meski begitu, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengenali gambar buatan AI. Pertama, mengecek metadata. Foto asli biasanya memiliki data EXIF seperti jenis kamera dan lokasi pengambilan. “Sebaliknya, gambar AI umumnya tidak menyimpan informasi ini,” katanya.
Kedua, masyarakat diminta waspada terhadap pola visual yang terlalu sempurna atau dramatis. “Kalau pencahayaan terlalu pas, tekstur terlalu bersih, atau suasana terlalu sinematik, patut dicurigai,” ujarnya.
Ketiga, penting untuk melakukan analisis konteks. Gambar yang tidak disertai dengan laporan jurnalistik, sumber kredibel, atau hanya disebarkan lewat narasi viral sebaiknya diverifikasi lebih dulu.
Pratama menyarankan penggunaan fitur reverse image search melalui Google Images atau TinEye sebagai langkah awal pengecekan. “Tools seperti Hive Moderation atau AI-generated image detectors juga dapat digunakan, meski belum umum diakses publik,” ujarnya.
Lebih jauh, Pratama menekankan pentingnya literasi digital dan visual di kalangan masyarakat. Menurutnya, masyarakat harus diajarkan untuk tidak langsung mempercayai informasi visual yang tampak meyakinkan. “Skeptisisme itu bukan hal negatif, justru bentuk perlindungan diri dari manipulasi informasi,” ujarnya.
Ia juga mendorong pemerintah, lembaga pendidikan, jurnalis, dan platform media sosial untuk mengambil peran aktif dalam menghadapi gelombang disinformasi visual.
Salah satu langkah yang dapat diambil adalah penerapan watermarkotomatis pada gambar AI serta peningkatan sistem pelaporan konten.