Mafindo Duga Video Hoaks Deepfake Sri Mulyani Guru Beban Negara Picu Penjarahan

Kamila Meilina
3 September 2025, 12:15
rumah sri mulyani dijarah, sri mulyani sebut guru beban negara,
Antara, Katadata/Desy Setyowati
Kiri video deepfake, kanan video asli Sri Mulyani
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Sri Mulyani menjadi salah satu korban penjarahan pada Minggu (31/8) dini hari. Masyarakat Antifitnah Indonesia atau Mafindo menilai video deepfake yang menampilkan wajah mirip Menteri Keuangan mengatakan ‘guru beban negara’ menjadi salah satu pemicunya.

“Video deepfake Sri Mulyani itu kemungkinan berpengaruh terhadap psikologi massa, yang kemudian menjadikan dia dalam daftar target yang beredar di media sosial, bersama dengan nama anggota DPR lainnya,” kata Ketua Mafindo Septiaji Eko Nugroho kepada Katadata.co.id, Rabu (3/9).

“Hal itu seolah menjadi pembenaran rumah Sri Mulyani sebagai salah satu target penjarahan,” Septiaji menambahkan.

Septiaji mengatakan banyak komentar yang masih percaya bahwa Menteri Keuangan itu mengatakan guru beban negara dalam unggahan media sosial terkait penjarahan.

Padahal, Sri Mulyani dan Kementerian Keuangan alias Kemenkeu sudah menyampaikan bahwa video yang beredar pada 17 Agustus itu hoaks dan merupakan deepfake.

Dikutip dari laman Diskominfo, deepfake adalah teknologi manipulasi video dan audio yang menggunakan AI untuk menciptakan konten yang membuat orang terlihat atau terdengar melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak dilakukan.

Video deepfake itu dibuat dengan mengambil cuplikan dari pernyataan Sri Mulyani dalam acara Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di ITB pada 7 Agustus, yang membahas pos belanja untuk guru dan dosen.

Saat itu, Sri Mulyani mengatakan Pemerintah Indonesia mengalokasikan anggaran Rp 757,8 triliun untuk pendidikan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Dana ini akan digunakan untuk meningkatkan kualitas guru, memperkuat pendidikan vokasi, serta menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja.

“Banyak di media sosial, saya selalu mengatakan, ‘oh, menjadi dosen atau menjadi guru tidak dihargai karena gajinya nggak besar.’ Ini juga salah satu tantangan bagi keuangan negara. Apakah semuanya harus keuangan negara ataukah ada partisipasi dari masyarakat?” kata Sri Mulyani dalam Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di ITB, pada 7 Agustus.

Video itu diubah menggunakan teknologi AI, sehingga seolah-olah Sri Mulyani mengatakan ‘guru adalah beban negara’. Video ini pertama kali muncul di akun Instagram @ewinkleeming, ditonton 57 ribu kali dan dibagikan ulang 2.391 kali.

Cara Cek Video Asli dan Deepfake

Mafindo mencatat demonstrasi yang terjadi sejak akhir Agustus berlangsung bersamaan dengan meningkatnya peredaran informasi palsu di media sosial dan aplikasi perpesanan.

“Cara membedakan konten buatan AI atau autentik, tidak selalu mudah,” kata Septiaji kepada Katadata.co.id, Rabu (3/9).

Ada beberapa platform untuk mengecek apakah foto maupun video yang beredar merupakan buatan AI, di antaranya:

  1. Google Fact Check Tools: Masukkan tautan atau link artikel maupun unggahan di kolom search, maka akan muncul hasil pemeriksaan
  2. Perplexity AI: Masukkan link artikel maupun unggahan di kolom search, maka akan muncul hasil pemeriksaan
  3. Facia.ai: untuk mengecek video deepfake
  4. Hivemoderation
  5. Sightengine
  6. Google SynthID Detector
  7. Deepfake-O-Meter

“Tetapi terkadang hasilnya tidak bisa konklusif, sehingga ini masih menjadi tantangan besar bagi pemeriksa fakta maupun jurnalis,” ujar dia.

Meski begitu, Mafindo membagikan cara untuk membedakan konten hoaks atau bukan, yakni:

  • Periksa sumber informasi, waspadai akun dan situs mencurigakan
  • Cermati judul, karena bisa dimanipulasi
  • Jeli melihat foto maupun video yang dibagikan. Seringkali akun provokatif membagikan tangkapan layar atau screenshot seolah-olah berita buatan media massa resmi, padahal sudah diubah
  • Periksa informasi di sumber lain
  • Gunakan logika misalnya, dengan mengecek kemiripan wajah pada gambar dengan yang aslinya

Hal senada disampaikan oleh pakar keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanuwijaya. “Dulu, konten hoaks hasil AI bisa dihitung jari penyebarannya. Sekarang sudah disempurnakan, sehingga sulit dianalisis hanya dengan mata,” kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (3/9).

Ia menyampaikan, cara paling sederhana yakni mengecek sumber informasi. “Kalau ada di pemberitaan media massa resmi, boleh dipercaya. Jika tidak, sebaiknya jangan disebarkan. Penyebaran hoaks bisa berujung pada persoalan hukum,” ujar dia. 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Kamila Meilina

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...