Komdigi Soroti Anak hingga Lansia Rentan Terhadap Penipuan dan Hoaks Digital
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyoroti anak-anak hingga lansia sebagai kelompok rentan terhadap penipuan dan hoaks digital. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Komdigi, Bonifasius Pudjianto, mengatakan ruang digital saat ini tidak hanya menghadirkan peluang, tetapi juga risiko yang dapat berdampak langsung pada kelompok dengan tingkat literasi digital yang terbatas.
“Anak-anak, remaja, lansia, penyandang disabilitas, hingga masyarakat dengan literasi digital rendah menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dampak negatif teknologi, seperti penipuan digital, misinformasi, dan disinformasi,” ujar Bonifasius dalam acara Temu Nasional Pegiat Literasi Digital di Jakarta Selatan, Selasa (16/12).
Menurutnya, tantangan perlindungan di ruang digital semakin kompleks dengan berkembangnya AI yang kini banyak digunakan untuk memproduksi konten secara masif. Meski AI memberikan efisiensi, teknologi tersebut juga berpotensi dimanfaatkan untuk menyebarkan hoaks dan informasi menyesatkan.
“Bukan kontennya yang menjadi masalah, tetapi bagaimana teknologi digunakan. AI bisa menghasilkan informasi yang keliru dan berdampak luas jika tidak diimbangi dengan literasi digital yang memadai,” katanya.
Boni menilai upaya mitigasi risiko di ruang digital tidak dapat hanya mengandalkan regulasi pemerintah. Diperlukan keterlibatan berbagai pihak, termasuk komunitas, organisasi masyarakat sipil, dunia usaha, dan platform digital untuk menciptakan ekosistem bermedia sosial yang lebih aman dan inklusif.
Teknologi digital juga dianggapnya tetap memiliki peran strategis dalam mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Pemanfaatan media sosial dan platform digital dinilai dapat membuka peluang bagi UMKM, pelaku usaha, dan startup untuk memperluas pasar dan meningkatkan efisiensi.
Namun, ia mengingatkan bahwa peningkatan pemanfaatan teknologi harus dibarengi dengan penguatan literasi digital agar manfaat ekonomi tidak dibayangi oleh risiko sosial.
Dalam konteks kebencanaan, Bonifasius menyoroti peran komunitas literasi digital yang terlibat langsung dalam mendukung pemulihan akses komunikasi di sejumlah wilayah terdampak bencana, seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh. Pengalaman tersebut menunjukkan bahwa kemampuan bermedia dan berteknologi secara bijak juga menjadi faktor penting dalam situasi darurat.
“Pengalaman di lapangan memperlihatkan bahwa literasi digital bukan hanya soal bermedia sosial, tetapi juga menyangkut kemampuan memanfaatkan teknologi untuk kepentingan kemanusiaan,” ujarnya.
Ia berharap penguatan literasi digital dapat menjadi fondasi dalam melindungi kelompok rentan sekaligus memastikan ruang digital dimanfaatkan secara bertanggung jawab, aman, dan produktif bagi seluruh lapisan masyarakat.
