Kementan Usulkan Aturan Wajib Tanam untuk Importir Kedelai

Michael Reily
11 Januari 2019, 14:14
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar pengaruhi harga jual kedelai.
Antara Foto / Raisan Al Farisi
Seorang pekerja sedang melakukan proses pembuatan tempe. Tingginya nilai tukar dolar berpotensi menyebabkan harga kedelai sebagai bahan baku tempe naik.
Kementerian Pertanian  mengusulkan penerapan aturan wajib tanam untuk importir kacang kedelai. Usulan itu bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan kedelai dalam negeri yang selama ini kalah dari impor.
 
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumardjo Gatot Irianto menyatakan akan mengusulkan kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk membahasnya dalam Rapat Koordinasi Terbatas. "Kalau jadi, nantinya aturan itu akan tertuang dalam bentuk Permen (Peraturan Menteri)," kata Gatot di Jakarta, Jumat (11/1).
 
Menurutnya, usulan itu juga berasal dari produsen perbenihan yang ingin memiliki ketersediaan kedelai dari dalam negeri. Sebab, kualitas produksi kedelai dalam negeri lebih baik daripada hasil impor.
 Namun, dia mengakui masih ada beberapa tantangan dalam pengembangan kedelai dalam mencapai swasembada. Contohnya, kesulitan lahan dengan persyaratan ph netral dan kedalaman minimal 20 sentimeter. Kemudian, jumlah hama yang mencapai 29 jenis juga menambah biaya produksi petani.
 
Padahal, Indonesia hanya butuh sekitar 2,5 juta hektare tambahan luas tanam untuk mencapai swasembada. "Persyaratan itu tidak bisa dicapai untuk produksi di luar Pulau Jawa," ujar Gatot.
 
Wilayah yang potensial untuk dikembangkan menjadi sentra produksi kedelai adalah Jawa Tengah, terutama di  Cilacap, Kebumen, Purworejo, dan Grobogan. Selain itu, wilayah Jawa Barat, seperti Sukabumi dan Garut juga cocok dijadikan wilayah tanam.
 
Tahun lalu, Kementerian Pertanian menyatakan produksi sebesar 982.598 ton dengan luas panen 680.373 hektare. Sementara konsumsi kedelai tahun lalu bisa mencapai 2,83 juta ton.
 
Karenanya, melalui usulan wajib tanam, Kementerian Pertanian berupaya mendorong peningkatan produksi kedelai. "Kami ingin melindungi produsen dalam negeri serta memberikan tugas bagi mereka yang mendapatkan nilai tambah bagi importir," kata Gatot.
 Sebelumnya, Peneliti Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Arief Nugraha mengatakan kedelai Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kedelai domestik hanya sebesar 982.598 ton. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia perlu melakukan impor sebanyak 2,6 juta ton.
 
Arief meminta pemerintah mengkaji ulang target swasembada kedelai dari yang semula dicanangkan bisa terealisasi pada 2020. Target tersebut menurut pengamat akan sulit tercapai karena produktivitas kedelai dalam negeri masih rendah, sehingga masih menggantungkan sebagian pasokan dari impor.  
 
"Jumlah selisih produksi yang besar ini yang perlu dipertimbangkan karena dari jumlah tersebut dirasa masih terlalu jauh untuk melakukan swasembada. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan kebutuhan pengrajin tempe dan tahu," kata Arief.
 
Menurutnya, salah satu kendala produksi kedelai ialah karena kedelai sulit tumbuh optimal di Indonesia yang beriklim tropis, sementara kedelai merupakan tanaman subtropis.  Sebab, iklim merupakan salah satu faktor yang memengaruhi tingkat produktivitas kedelai. Selain itu, kedelai juga merupakan jenis tanaman yang membutuhkan kelembaban tanah yang cukup dan suhu yang relatif tinggi untuk mencapai pertumbuhan yang optimal.

Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...