Dirjen WTO Mundur di Tengah Pandemi dan Maraknya Sengketa Dagang
Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) Roberto Azevedo mengundurkan diri keamrin, Senin (31/8). Pengunduran diri ini membuat organisasi pengawas perdagangan tersebut menghadapi kekosongan pemimpin di tengah tantangan krisis terbesar dalam sejarah 25 tahun berdiri.
Warga negara Brasil ini dikabarkan mundur dari jabatannya karena tengah menuju pekerjaan baru di PepsiCo Inc. Namun, ada delapan kandidat bersaing untuk menggantikannya.
Peran WTO melemah seiring meningkatnya ketegangan internasional dan proteksionisme dagang selama pandemi Covid-19. Perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) membuat reformasi aturan perdagangan global kian mendesak.
“Ini merupakan hal baru, meskipun tidak mengejutkan, sebagai titik terendah bagi WTO,” kata Presiden Pusat Inovasi Tata Pemerintahan Internasional Rohinton Medhora, dikutip dari Reuters, Selasa (1/9).
Dia juga menyebut, WTO telah kehilangan arah selama beberapa waktu terakhir, bahkan beberapa tahun sebelumnya. Dengan demikian, WTO akan berjalan sementara tanpa pemimpin secara fungsional.
Secara khusus, pengadilan banding WTO, yang mengatur tentang sengketa perdagangan internasional, telah dilumpuhkan oleh blokade AS melalui pengangkatan hakim baru.
Kekosongan kepemimpinan pernah terjadi di 1999 selama empat bulan secara luas dipandang merusak. Untuk mencegah berulangnya kekosongan ini, 164 anggota WTO harus memilih pengganti sementara dari antara empat deputi saat ini.
Namun, desakan Washington pada kandidatnya mencegah kesepakatan, meninggalkan kekosongan yang akan berlangsung selama berbulan-bulan.
Pemilu AS
Secara teori, pemilihan harus dilakuka selambat-lambatnya 7 November, di bawah proses eliminasi yang disepakati yang guna menunjuk direktur jenderal baru melalui konsensus.
Pada praktiknya, seorang sumber mengatakan ketidakpastian seputar pemilihan presiden pada 3 November di Amerika Serikat,dapat menyebabkan proses pemilihan tertunda.
Anggaran 2021, yang akan ditetapkan pada akhir tahun, yang mungkin dipertanyakan oleh Washington, juga bisa menjadi rintangan.
Presiden AS Donald Trump mengatakan WTO selaku perantara perjanjian dagang pertama AS telah gagal mencegah Tiongkok bertanggung jawab atas praktik perdagangan yang tidak adil. Dia juga menilai, sistem tarif WTO juga tak adil bagi AS.
Mantan Anggota Staf WTO, Peter Ungphakorn, mengatakan ada risiko dalam pemilihan pemimpin, bila mengacu pada ketegangan perdagangan dan keengganan anggota untuk berkompromi atas penjabat direktur jenderal .
Meski dalam kegiatan operasionalnya sehari-hari dapat ditangani oleh para deputi, termasuk peran kunci direktur jenderal dalam memilih panelis untuk memutuskan sengketa perdagangan.
Calon Pengganti
Sementara itu, dikutip dari Antara, Pengamat Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah mengatakan saat ini sudah terdapat 8 kandidat terbaik.
Adapun 5 nama calon di antaranya berasal dari kawasan Asia-Afrika. Kandidat tersebut adalah Hamid Mamdouh (Mesir), Yanov Fredrick Agah (Nigeria), Eloi Laourou (Benin/ Afrika Barat), Amina Mohamed (Kenya), dan Yoo Myung-hee (Korea Selatan). Calon lainnya, yakni Lord Peter Mandelson dari Inggris, Jesús Seade Kuri (Meksiko), dan Tudor Ulianovschi (Moldova).
Secara teknis panitia penyelenggara akan melakukan konsultasi dengan seluruh anggota WTO untuk memilih 1 dari 8 kandidat di atas. Selanjutnya dikerucutkan menjadi 5 nama, yang kemudian dikerucutkan lagi menjadi 2 nama saja, hingga akhirnya terpilih hanya 1 orang Direktur Jenderal. Tokoh inilah yang akan memimpin WTO hingga 4 tahun ke depan.
"Bagaimanakah peluang 5 kandidat asal Asia Afrika di atas?. Ternyata mereka adalah kader-kader yang luar biasa, dengan idealisme yang tinggi sekali," ujar Teuku Rezasyah.
Hamid Hamdouh adalah tokoh kunci di Sekretariat WTO. Visinya adalah meningkatkan perdagangan intra-Afrika, menjamin manfaat perdagangan global bagi negara sedang berkembang dan belum berkembang, mempertahankan sistem perdagangan sesuai berbasis hukum, serta melindungi hak-hak negara Afrika yang selama ini terabaikan.
Sementara, Eloi Laourou dari Benin bertekad melibatkan negara-negara belum berkembang dalam kegiatan perdagangan elekronik, mulai dari tahapan negosiasi hingga penandatangan kontrak. Dia juga akan menggalang kesamaan posisi sejak dini, hingga akhirnya mempengaruhi arah persidangan WTO.
Berikutnya Amina Mohamed, yang pernah menjabat Duta Besar WTO tahun 2006, serta pernah memimpin Trade Policy Review Body yang berkenaan dengan penilaian kebijakan, dan Dispute Settlement Body, yang secara khusus menangani sengketa dagang.
Yonov Fredrick Agah asal Nigeria, saat ini menjabat Wakil Direktur Jenderal WTO untuk kedua kalinya. Ia mendambakan kerja sama yang lebih luas antara WTO dengan organisasi internasional guna pemberdayaan kerja sama global untuk pembangunan dan pencapaian tujuan SDGs.
Tokoh asal Korea Selatan yang sedang menjabat Menteri Perdagangan, Yoo Myung-hee emmiliki visi menata ulang WTO sehingga menjadi lembaga yang tepercaya, dan mampu menangani negosiasi perdagangan dan menyelesaikan persengketaan dagang.
Dari luar Asia Afrika, terdapat 3 tokoh utama. Pertama, Lord Peter Mandelson dari Inggris, yang merupakan perunding perdagangan Inggris dan Uni Eropa, dan sangat teruji kepemimpinannya saat persidangan WTO di Putaran Doha.
Selanjutnya, wakil dari Mexico, Jesús Seade Kuri yang pernah menjadi negosiator pembentukan US-Mexico-Canada Agreement (USMCA), pernah menjabat pimpinan di World Bank dan International Monetary Fund, serta menangani penghapusan utang atas 15 negara di Afrika.
Terakhir, Tudor Ulianovschi, mantan Menteri Luar Negeri Moldova, dan mantan wakil Moldova di WTO. Tokoh ini kurang kredibilitas karena hanya mewakili negara berpenduduk 2,7 Juta, dengan ekonomi negaranya yang kurang menonjol di Eropa.
Dengan demikian, fokus dunia akan tertuju pada 7 nama di atas. Sampai akhir Agustus, Amerika Serikat dan Tiongkok belum menunjukkan dukungan pada siapa pun calon di atas.
Terlepas dari siapa pun calon Dirjen WTO nantinya, Teuku menekankan jabatan kali ini sangatlah berat. Pengalaman diplomatik dianggap cukup penting dalam menuntut kemampuan negosiasi lintas negara, lintas kawasan, kreatif dalam merancang ide-ide baru, dan tentu saja memiliki pengalaman administrasi yang sangat tinggi.
"Tentu masih ada persyaratan normatif seperti keberanian memperkuat sistem perdagangan kawasan yang sudah ada, serta mengedepankan kepentingan WTO dalam menangani seluruh aturan perdagangan global, dan bukannya mengutamakan kepentingan negara mereka semata," kata Teuku.
Pasalnya, Dirjen WTO di masa depan akan ditantang untuk sukses menangani seluruh rangkaian negosiasi, termasuk monitoring, dan menyelesaikan persengketaan yang semakin pelik.