Pemilik Brand Pacu Belanja Iklan di Medsos, Instagram Favorit Peretail
Pemasaran di media sosial diperkirakan bakal semakin marak digunakan untuk mempromosikan barang atau jasanya pada tahun depan. Strategi ini terdorong oleh semakin masifnya penetrasi digital masyarakat sehingga banyak perusahaan mengalokasikan belanja iklan lewat platform tersebut.
Platform sosial seperti Instagram dan Facebook disebut sebagai sumber pencarian merek, membuat pemasar khususnya sektor retail, meningkatkan belanja iklan melalui sarana ini.
Perusahaan platform otomatisasi periklanan sosial Smartly.io mengadakan survei terhadap 300 eksekutif pemasaran senior global tentang keterlibatan perusahaan dalam beriklan di media sosial.
Hasilnya, 74% responden menghabiskan setidaknya 30% dari anggaran pemasaran saat ini untuk media sosial sedangkan 12% lainnya menghabiskan 50% anggaran atau lebih. Angka tersebut cukup signifikan, karena dua pertiga dari merek yang disurvei memiliki anggaran setidaknya US$ 20 juta per tahun.
“Tahun lalu sudah membuktikan keunggulan media sosial pemasaran,” kata Robert Rothschild, VP dan Kepala Pemasaran Global Smartly.io dikutip dari FN News.com, Selasa (1/12).
Pemasar sektor retail, menurutnya, memahami nilai yang dibawa oleh iklan media sosial kepada kampanye perusahaan. Namun, pandemi global yang mempercepat peralihan ke digital ikut mempercepat merek tersebut dikenal oleh target konsumen.
Konsumen kalangan muda kemungkinan besar menggunakan platform media sosial sebagai sarana untuk menemukan merek baru, menurut Pitney Bowes. Hampir setengah dari Gen-Z menyebut alasan bosan sebagai motivasi mendorong pembelian, sedangkan 40% menghabiskan lebih banyak waktu untuk meneliti merek dibandingkan sebelum pandemi.
Peluang ini lantas direspons pemilik merek. Sepertiga perusahaan saat ini beriklan lebih banyak di Facebook daripada platform lain dan diprediksi meningkat pada 2021. Sebanyak 76% merek akan meningkatkan belanja iklan di Facebook, sedangkan 44% akan meningkatkan anggaran pemasaran di Twitter dan 38% di Instagram.
Namun, Instagram saat ini merupakan saluran favorit peretail. Tercermin dari partisipasi pemilik merek melalui Instagram yang naik 90% pada 2020, dibandingkan 56% pada 2019.
Aktivitas pemasaran lewat Instagram lebih banyak dilakukan oleh merek Eropa dan Amerika, dibandingkan dengan merek Asia.
Terlepas dari investasi periklanan di media sosial, Smartly.io juga menangkap ada ketidakpuasan dengan proses pemasaran melalui salura ini. Sebagian besar (72%) melaporkan strategi ini memakan waktu, baik dalam hal pembuatan ide maupun eksekusi.
Lebih dari setengah (56%) menyatakan pada 2021 pemasar meningkatkan kolaborasi antara tim periklanan media sosial dan tim kreatif.
“Pada 2021, saatnya menjembatani kesenjangan antara kinerja dan tim kreatif, dan berinvestasi dalam teknologi untuk meningkatkan skala materi iklan dan meningkatkan kinerja periklanan dengan memberdayakan tim," kata Rothschild.
Business Head Marketing Service Zilingo, Tushar Gidwani, sebelumnya mengatakan penggunaan media sosial dalam pencarian informasi produk meningkat pesat selama enam bulan terakhir.
Konsumen semakin lekat dengan media sosial selama pandemi. Waktu yang dihabiskan masyarakat untuk mengakses media sosial naik 70%. Jumlah views pada platform Instagram dan Facebook live naik 50% diikuti 40% kenaikan pengunaan WhatsApp, Facebook, dan Instagram.
Studi Google Insight, Kantar dan WPP periode Agustus - September 2020 juga menyebutkan, di industri kecantikan Indonesia dan India, 81% konsumen berusia 18-35 tahun berinteraksi dengan brand pilihannya berdasarkan tayangan Youtube.
Lalu, 27% memutuskan membeli setelah sedikitnya melihat 2 kali ulasan. Sebanyak 50% konsumen menggunakan Facebook atau Instagram dan 40% menggunakan pencarian online untuk melihat review produk.
“Berbeda dengan lima atau delapan tahun lalu, produk kecantikan umumnya dibeli di toko dengan rekomendasi oleh stand kecantikan," katanya dalam Asean Marketing Summit, Senin (9/11).
Sehingga, dia menilai media sosial sebagai saluran terbaik dalam melihat perilaku konsumen setiap harinya. Komunitas masyarakat di Asia Tenggara kisaran umur 18-30 tahun melakukan validasi melalui media sosial per hari.
Artinya, produsen berpeluang lebih gencar memasarkan produk melalui media sosial berbasiskan data. Sebab data akan memperkuat strategi pemasaran.
"Saluran ini mampu melacak, memetakan, dan menargetkan perilaku pelanggan dari sebelumnya," ujarnya.