Dongkrak Pendapatan, Twitter Uji Coba Layanan Berbayar Tahun Ini
Raksasa media sosial asal Amerika Serikat (AS) Twitter melaporkan penurunan pendapatan signifikan pada kuartal II tahun ini. Untuk mendongkrak kembali pendapatan, perusahaan menawarkan layanan berbayar dengan cara berlangganan.
Berdasarkan laporan perusahaan, total pendapatan Twitter anjlok 19% pada kuartal II 2020 menjadi US$ 683 juta atau Rp 9,9 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan tersebut salah satunya dipicu oleh menyusutnya pendapatan pendapatan iklan sebesar 23% menjadi US$ 562 juta atau Rp 8 triliun.
Twitter mengungkapkan, selama pandemi corona banyak pengiklan mengurangi biaya iklan mereka di berbagai platform, termasuk media sosial. Ditambah, di kuartal II, terjadi aksi protes sampai berujung kerusuhan di AS yang juga berdampak pada pemasukan iklan perusahaan.
Guna meningkatkan kembali pendapatan perusahaan, Twitter menawarkan opsi layanan berbayar. Hal ini disampaikan oleh CEO Twitter Jack Dorsey kepada investor dalam laporan keuangannya.
Ia mengatakan, Twitter akan menguji coba layanan berbayar dengan metode berlangganan tahun ini. "Kami ingin memastikan setiap lini pendapatan baru saling melengkapi untuk bisnis periklanan kami," katanya dikutip dari CNN Internasional , Senin (27/7).
Adanya layanan berbayar ini diharapkan bisa melengkapi dengan layanan yang sudah ada sebelumnya.
Informasi seputar opsi layanan berbayar untuk paltform Twitter berhembus kencang sejak awal Juli. Strategi tersebut diketahui setelah perusahaan mengunggah informasi pembukaan lowongan kerja yang berfokus untuk membangun platform berlangganan dengan nama sandi 'Gryphon'.
Munculnya kabar itu turut menyebabkan saham Twitter ikut terkerek. Investor dianggap tertarik dengan strategi bisnis tersenbut.
Selain pilihan berbayar, Twitter juga mengupayakan peningkatan pemasukan di kuartal III dengan membangun kembali teknologi manajemen iklan. Teknologi itu ini memungkinakn pengembangan format baru layanan iklan yang lebih cepat.
Kendati demikian, Twitter menyadari layanan berbayar akan sulut diterapkan. Sebab, seperti perusahaan media sosial lainnya, Twitter telah lama berfokus pada penawaran layanan gratis dan menghasilkan uang dari pengiklan.
Seperi diketahui, bisnis iklan di media sosial turut dialami perusahaan lainnya. Facebook misalnya, beberapa merek seperti Verizon, Unilever, Coca-Cola hingga Starbucks memboikot iklan di platform Facebook, akibat dampak kerusuhan di AS.
Mereka juga menggelar kampanye #StopHateForProfit, karena Facebook dinilai tidak responsif atas ujaran kebencian. Perusahaan juga tak bertindak atas unggahan Presiden AS Donald Trump yang dianggap glorifikasi kekerasan pada akhir Mei lalu.
Akibat boikot ini, terjadi penurunan harga saham Facebook dan menghilangkan US$ 56 miliar dari nilai pasar Facebook. Kondisi itu mendorong kekayaan bersih Zuckerberg turun menjadi US$ 82,3 miliar, seperti dilansir Bloomberg Billionaires Index.