Sri Mulyani: Perubahan Iklim Bisa Ancam Target RI Jadi Negara Maju
Indonesia masuk dalam kelompok negara menengah atas berdasarkan kategorisasi terbaru Bank Dunia yang dirilis awal bulan ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan, perjalanan Indonesia untuk naik kelas menjadi negara berpenghasilan tinggi atau negara maju tidak akan mudah karena dihadapkan pada risiko guncangan, antara lain akibat perubahan iklim.
"Untuk menjadi negara maju, itu harus disiapkan setahap demi setahap secara tekun, konsisten, dan teliti. Tapi kita juga dihadapkan pada kemungkinan shock, seperti terjadinya perubahan iklim yang saat ini sudah terjadi, seperti El Nino," ujar Sri Mulyani dalam acara Indonesia Data and Economic Conference (IDE) Katadata 2023 di Jakarta, Kamis (20/7).
Ia menjelaskan hampir seluruh belahan dunia terkena dampak dari El Nino, mulai dari Kanada yang menghadapi rekor terpanas, California yang mengalami kebakaran hutan, hingga Cina.
"Kemarin saya di India, dan memang perubahan iklim ini luar biasa mempengaruhi seluruh masyarakat dunia, sama seperti pandemi. Pembicaraan untuk menangani perubahan iklim tidak hanya sebatas perubahan gaya hidup tetapi juga uangnya," kata dia.
Sri Mulyani mengatakan, lonsekuensi keuangan yang dihadapi jika perubahan iklim tidak diantisipasi sangat besar. Namun, biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit. Ia mengatakan, 60% pembangkit listrik di Indonesia masih berbasis batu bara yang menghasilkan emisi dalam jumlah besar. Dengan demikian, tidak bisa sendiri dalam mengurangi emisi karbon.
"Saya sering banget ngomongin tentang climate change, karena tidak mungkin bisa mengantisipasinya tanpa disiapkan dari sekarang untuk menangani berbagai langkah," ujarnya.
Ia menekankan, kolaborasi dan kerja sama dengan negara lain dibutuhkan dalam menghadapi perubahan iklim sama halnya seperti saat menghadapi pandemi. Namun, menurut dia, pemerintah tetap perlu memproteksi kepentingan Indonesia.
Pemerintahan menargetkan Indonesia menjadi negara maju pada 2045. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara yang sama di sesi sebelumnya menyebut, rata-rata pendapatan nasional per kapita saat itu ditargetkan mencapai US$ 30.300 atau sekitar Rp 454 juta pada 2045.
"Presiden pada Juni lalu ditetapkan visi Indonesia emas. Sasaran yang ingin dicapai pada 2045 adalah Indonesia memiliki PDB nominal US$ 9,8 triliun dan menjadi negara kelima terbesar di dunia dengan pendapatan per kapita US$ 30.300," ujar Airlangga.
Airlangga mengatakan, pemerintah juga menargetkan 80% masyarakat masuk dalam kelas menengah dan kontribusi industri manufaktur mencapai 28% atau naik dari saat ini 19%. Industri manufaktur diperkirakan akan menyerap 25,2% tenaga kerja.
Adapun untuk menjadi negara maju, menurut Airlangga, ekonomi Indonesia harus tumbuh rata-rata di atas 6%. Jika rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6%, menurut dia, Indonesia akan mampu keluar dari jebakan kelas menengah pada 2041. Sementara jika rata-rata pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 7%, maka Indonesia akan keluar dari jebakan kelas menengah pada 2038.
"Oleh karena itu, pembangunan ke depan harus diubah tidak hanya sebatas reformatif, tetapi juga informatif," kata dia.