Pendanaan untuk Pengelolaan Sampah di Daerah Masih Minim
Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia mengungkapkan upaya transisi ke energi yang lebih bersih menghadapi sejumlah kendala. Salah satunya adalah pendanaan untuk pengelolaan sampah di daerah yang masih minim.
“Kalau teman-teman berkunjung ke daerah-daerah, prioritas pendanaan untuk pengelolaan sampah itu masih minim, belum terlalu besar, itu yang menjadi kendala,” ujar Lucia Karina, Public Affairs, Communication & Sustainability Director for Indonesia and PNG Coca-Cola Europacific Partners, saat ditemui Katadata, di Jakarta, dikutip Kamis (19/10).
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), rata-rata alokasi anggaran pengelolaan sampah hanya 0,51% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Padahal, untuk bisa mengelola sampah dengan baik, pemerintah daerah minimal harus mengalokasikan 3% hingga 4% dari APBD. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk memperbaiki pengelolaan sampah.
Selain itu, Lucia menyebutkan kendala lainnya yaitu kebiasaan dari masyarakat Indonesia yang belum terbiasa untuk beralih ke energi yang lebih bersih. Misalnya, mengurangi penggunaan plastik dan berhenti untuk tidak membuang sampah sembarangan. “Sebetulnya ini yang harus kita tingkatkan, yaitu kesadaran dari masyarakat untuk bisa beralih ke energi yang lebih bersih,” kata dia.
CCEP berkomitmen untuk menerapkan praktik ekonomi yang berkelanjutan. Perusahaan barang konsumen yang bergerak cepat itu (fast moving consumer goods/FMCG) terus berinovasi demi menekan emisi karbon yang dihasilkan dari proses produksi hingga rantai pasok secara keseluruhan.
Di sisi lain, CCEP memiliki ambisi dalam penggunaan setidaknya 100% energi berkelanjutan untuk wilayah operasional Indonesia pada 2030. Perusahaan juga memasang target net zero emission (NZE) pada 2040.
Lucia menyebutkan, upaya untuk mendorong proses bisnis yang berkelanjutan untuk perusahaannya tersebut diterjemahkan ke lima program, yakni sustainable ingredients; proses manufaktur yang terdiri dari penggunaan energi berkelanjutan dan efisiensi operasional: konsumen dan kemasan yang merujuk ke pemakaian recycled PET packaging; serta closing the loop bottle to bottle, serta pengembangan komunitas dengan menerapkan konservasi lingkungan sekaligus praktik ekonomi sirkular.
Dari sisi penggunaan energi berkelanjutan, misalnya, CCEP Indonesia memilih berinvestasi pada panel surya. “Kami tidak menyewa instalasi PLTS Atap dari orang lain. Itulah kenapa nilai investasinya cukup besar. Pertanyaannya kenapa kami pakai sendiri, karena dengan memiliki sendiri, kami jadi lebih memiliki tanggung jawab terhadap apa yang ada,” ujar Karina dalam Innovating Industries in Low Carbon.
CCEP Gunakan Energi Secara Efisien dalam Proses Produksi
Sebelumnya, Lucia mengatakan, CCEP Indonesia dalam proses produksinya juga berupaya untuk menggunakan energi secara efisien. Penggunaan air sebagai salah satu bahan baku, misalnya, tanpa disadari turut menyumbang emisi karbon. Maka, perusahaan secara cermat menghitung jumlah air yang digunakan.
“Ini supaya tidak ada satupun yang terlewat dari (penggunaan) air tersebut. Air itu harus bisa didaur ulang, dan dimanfaatkan semaksimal mungkin. Termasuk kami investasi juga ke teknologi reverse osmosis dan teknologi yang lain,” kata Lucia dalam acara Katadata Sustainability Action for The Future Economy 2023 (SAFE 2023) di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (26/9).
Ia menambahkan, perusahaan turut menerapkan teknologi otomatisasi berbasis sensor pada mesin produksi untuk menghemat penggunaan energi listrik.
CCEP Indonesia juga menempuh upaya dekarbonisasi dari area akar rumput. Perusahaan mendukung para pemasoknya dengan memberikan bimbingan dan pelatihan terkait upaya mereduksi karbon.
Targetnya, pada tahun 2030 seluruh pemasok sudah mempunyai peta jalan untuk pengurangan emisi karbon “Dan, mereka sudah menerapkan pengurangan 100% emisi karbon. Ini bukan main-main targetnya,” katanya.