Perubahan Iklim Belum Jadi Isu Utama yang Dibahas Politisi Pemilu 2024
Riset Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node bertajuk "Modelling the Indonesian Politicians’ Interests in Climate Change" menunjukkan akun media sosial (medsos) ketua partai politik minim berbicara soal perubahan iklim. Unggahan terkait perubahan iklim dari kalangan ketua parpol hanya 8% dibicarakan.
"Isu perubahan iklim yang dibicarakan politisi pun masih di taraf kebijakan dan tidak menyentuh dampak yang dirasakan langsung masyarakat," ujar Chair Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node, Ika Idris, melalui keterangan tertulis dikutip Senin (23/10).
Ika mengatakan, persentase tersebut jauh lebih rendah dibandingkan unggahan dari kelompok Menteri yang mencapai 80%. Padahal, perubahan iklim merupakan masalah global, krusial dan harus segera ditangani.
Hal inilah yang mendorong pusat penelitian Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH) Indonesia Node menggelar acara diskusi publik sekaligus peluncuran buku bertajuk “Navigasi Isu Perubahan Iklim di Pemilu 2024: Panduan Komunikasi untuk Para Politisi”.
Acara diskusi ini menghadirkan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, pengusung calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan Surya Tjandra, Juru Bicara capres Anies Baswedan dan calon wakil presiden (cawapres) Muhaimin Iskandar (AMIN).
Tanggapan Politisi
Juru Bicara Pasangan AMIN, Surya Tjandra, menilai, mayoritas masyarakat tidak tahu tentang isu perubahan iklim. Namun, politisi memiliki tanggung jawab untuk memulai dan mengedukasi masyarakat bahwa ini penting.
"Kuncinya adalah kolaborasi dan penting mengkombinasikannya dengan aksi nyata," ujar dia.
Sementara Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, Rahayu Saraswati, menilai mengedukasi konstituen dengan isu perubahan iklim sangat menantang. "Berangkat dari pengalaman, yang mereka tangkap itu ya isu sandang, pangan, papan, " kata Rahayu.
Sementara Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra, August Mellaz, mengatakan bahwa perubahan iklim terjadi secara global. "Termasuk masa depan Indonesia yang akan dipengaruhi dampak buruk perubahan iklim," ujar August.
Mengapa Isu Perubahan Iklim Penting Diangkat?
Isu perubahan iklim penting menjadi salah satu agenda kampanye di Pemilu 2024 karena dampaknya kian mencekam. Pakar Kesehatan Publik Monash University, Grace Wangge, menilai banyak dari kaum muda yang mengalami gangguan kecemasan dan kesedihan akibat bencana terkait perubahan iklim.
Grace mengatakan, sumber stress tersebut adalah akibat dari krisis pangan, kehilangan mata pencaharian, ataupun kerusakan dan kehancuran lingkungan yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Selain itu, data Air Quality Life Index (AQLI) pada tahun 2022 menunjukkan beberapa daerah di Indonesia, khususnya DKI Jakarta dan kota di sekitarnya (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) diproyeksi mengalami penurunan angka harapan hidup rata-rata selama 2,4 tahun karena polusi udara.
Data yang sama menunjukkan bahwa Jawa Barat adalah provinsi paling tercemar di Indonesia, dimana polusi udara memperpendek angka harapan hidup 48 juta penduduk hingga 1,6 tahun. Polusi ini berasal dari asap dari kebakaran hutan, ditambah emisi karbon yang bersumber dari gas buang kendaraan bermotor, pembangkit listrik dan mesin pada industri, dan sebagainya.
Contoh lain dampak perubahan iklim juga dialami DKI Jakarta. Peneliti MCCCRH Indonesia Node Eka Permanasari, yang fokus risetnya berkaitan dengan pengembangan perkotaan, mengatakan bahwa perubahan iklim memperparah gempuran hujan deras terhadap DKI Jakarta.
"Jakarta saat ini berjuang untuk tidak tenggelam," tandas Eka.
Dampak ekonomi perubahan iklim juga mengkhawatirkan. Bappenas memprediksi Indonesia akan mengalami kerugian sebesar Rp 544 triliun pada periode 2020-2024.
Selain itu, Indonesia juga bisa kehilangan 30%-40% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp 132 triliun akibat kerugian dari sektor pertanian, kesehatan, dan kenaikan permukaan laut.
Bank idealnya mampu memainkan peran kunci dalam mitigasi perubahan iklim, seperti lewat pembiayaan transisi energi, investasi di sektor rendah karbon, serta dukungan finansial untuk berbagai proyek ramah lingkungan.
Tapi, bank yang sudah menjalankan peran tersebut tampaknya masih langka. Hal ini terlihat dari penilaian lembaga riset Prakarsa, yang tertuang dalam Laporan Pemeringkatan Bank 2022: Mengukur Kemajuan Kebijakan Keuangan Berkelanjutan Perbankan di Indonesia.