Sekjen PBB: Bumi dalam Bahaya, 2023 Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mengingatkan bahwa bumi tengah berada dalam bahaya. Pasalnya, 2023 menjadi tahun terpanas dalam sejarah pencatatan iklim.
"Tahun 2023 telah menjadi tahun penderitaan, kekerasan, dan kekacauan iklim yang hebat. Umat manusia menderita. Planet kita dalam bahaya. 2023 menjadi tahun terpanas dalam sejarah," kata Guterres dalam sebuah pesan video tahun baru, dikutip dari Antara, Jumat (29/12).
Dia mengatakan, orang-orang semakin tertindas akibat meningkatnya kemiskinan dan kelaparan. Hal itu bertambah parah akibat perang yang semakin meluas dan ganas.
Namun, dia mengatakan, saling menyalahkan tidak menghasilkan solusi apapun. Dia mengajak seluruh negara untuk kompak menghadapi perbedaan demi solusi bersama.
"2024 harus menjadi tahun untuk membangun kembali kepercayaan dan mewujudkan harapan. Kita harus kompak menghadapi perbedaan demi solusi bersama. Untuk aksi iklim, peluang ekonomi dan sistem keuangan global yang adil yang bermanfaat bagi semua orang,” katanya.
Dia mengatakan, dunia harus melawan diskriminasi dan kebencian yang meracuni hubungan antar negara dan komunitas, kata Sekjen PBB. Selain itu, teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI) harus digunakan untuk kebaikan.
“Perserikatan Bangsa-Bangsa akan terus menggalang dukungan dunia untuk perdamaian, pembangunan berkelanjutan dan HAM. Mari kita jadikan tahun 2024 sebagai tahun untuk membangun kepercayaan dan harapan dalam segala hal yang dapat kita capai bersama", katanya.
Laporan Asian Development Bank (ADB) menyebut, Asia menjadi kawasan yang paling banyak mengalami kerusakan akibat bencana alam.
Sepanjang 2000-2021, sebanyak 39% bencana di seluruh dunia terjadi di Asia. Ini jauh lebih tinggi dari yang terjadi di Amerika (23%), Afrika (21%), Eropa (13%), dan Timur Tengah (4%).
Rinciannya untuk Asia, sebanyak 33% bencana terjadi di Asia Tenggara, 27% bencana terjadi di Asia Timur dan Asia Selatan, 5% di Pasifik, 4% di Oceania dan Asia Tengah.
Kerusakan alam akibat bencana yang terdata seperti kekeringan, gempa bumi, epidemi, suhu ekstrem, banjir, semburan danau glasial, tanah longsor, badai, aktivitas gunung berapi, dan kebakaran. Turut dihitung insiden terhadap atau dari hewan.
Perhitungan ADB itu menggunakan data dari Pusat Penelitian Epidemiologi Bencana (Centre for Research on the Epidemiology of DIsasters/CRED) dan database bencana internasional (EM-DAT) yang diolah Januari 2023.