MUI Keluarkan Fatwa Haramkan Deforestasi hingga Pembakaran Hutan

Rena Laila Wuri
26 Februari 2024, 09:44
Petugas Manggala Agni Daops Banyuasin menarik selang air untuk memadamkan kebakaran lahan di Desa Muara dua, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan, Kamis (21/9/2023). Berdasarkan data dari Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan K
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa.
Petugas Manggala Agni Daops Banyuasin menarik selang air untuk memadamkan kebakaran lahan di Desa Muara dua, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan, Kamis (21/9/2023). Berdasarkan data dari Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Wilayah Sumatera sepanjang Januari hingga Agustus 2023 luas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Sumatera Selatan mencapai 4.082,8 hektare yang terbagi menjadi 2,947,8 lahan mineral dan 1.135,0 lahan gambut.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang mengharamkan deforestasi hingga pembakaran hutan. Fatwa ini sebagai ketentuan untuk mencegah terjadinya krisis iklim di Indonesia.

Aturan ini tertuang pada Fatwa Nomor 86 Tahun 2023 tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global. Peluncuran fatwa tersebut bersama Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI, Manka, ECONUSA, Ummah For EartH dan Komisi Fatwa MUI.

Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI, Hayu Prabowo, mengatakan MUI mengharamkan segala bentuk tindakan yang menyebabkan terjadinya kerusakan alam seperti deforestasi (penggundulan hutan). Selain itu, pembakaran hutan dan lahan yang berdampak pada krisis iklim juga diharamkan.

“Fatwa ini juga mewajibkan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, mengurangi jejak karbon yang bukan merupakan kebutuhan pokok, serta melakukan upaya transisi energi yang berkeadilan," kata Hayu, dalam keterangan pers dikutup, Senin (26/2).

Hayu mengatakan, perubahan iklim dan pemanasan global yang terjadi saat ini menjadi perhatian MUI. Hal ini karena perubahan iklim dapat menyebabkan cuaca ekstrem.

Kondisi tersebut berdampak pada terjadinya musim kemarau berkepanjangan, curah hujan tinggi, serta kenaikan permukaan air laut. Kenaikan permukaan air laut itu bisa mengakibatkan bencana hidrometeorologi, kegagalan pertanian, dan bidang perikanan. 

"Untuk mengendalikan perubahan iklim tersebut diperlukan usaha kolaboratif dari berbagai pihak baik dari pemerintah dan masyarakat secara umum," ucapnya. 

Dari pandangan itu, muncul berbagai pertanyaan dari masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup terkait pentingnya mengurangi emisi gas rumah kaca. Pengurangan ini melalui pengurangan penggunaan energi fosil, pengelolaan hutan tropis dan pengurangan limbah. 

Pemerintah juga mendorong penggunaan energi terbarukan sebagai upaya dalam pelaksanaan energi transisi yang berkeadilan. Dasar itulah yang melatarbelakangi MUI mengeluarkan fatwa tersebut. 

Dalam proses penyusunan fatwa ini, komisi fatwa bersama lembaga pengusul melakukan kunjungan lapangan untuk pengumpulan bukti empiris mengenai penyebab dan dampak perubahan iklim di lapangan. Kunjungan komisi fatwa itu bersama Manka dan Borneo Nature Foundation dengan mengunjungi gambut bekas terbakar di Kalimantan Tengah. 

Selain itu, MUI bersama Manka dan Perkumpulan Elang berkunjung ke Riau untuk berdiskusi dengan para pihak dan masyarakat mengenai tata kelola hutan dan lahan. Dalam proses pembahan fatwa, MUI juga telah melakukan focus group discussion dengan berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, akademisi, dunia usaha dan masyarakat.

“FGD ini secara aktif memberikan masukan dan rujukan ilmiah," kata Hayu.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...