KLHK Susun Dokumen NDC Kedua, Ini Bocorannya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun target iklim terbaru dalam Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional Kedua atau Second Nationally Determined Contribution (NDC). Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK Laksmi Dhewanthi mengatakan, Second NDC akan berbeda dari komitmen sebelumnya.
Untuk diketahui, Indonesia menyusun dokumen NDC dan menetapkan target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia sejak 2016. Pada saat itu, Indonesia memiliki komitmen untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% tanpa syarat (dengan usaha sendiri) dan 41% bersyarat (dengan dukungan internasional yang memadai) pada 2030.
Indonesia lalu menyampaikan pembaharuan NDC dan pada 2022 dengan menyampaikan dokumen Enhanced NDC. Dalam dokumen Enhanced NDC, target pengurangan emisi GRK Indonesia ditingkatkan menjadi 31,89% dengan upaya sendiri atau 43,20% dengan dukungan internasional.
Dokumen Second NDC ditargetkan dapat diserahkan ke Sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Agustus 2024 dari tenggat waktu Maret 2025.
Laksmi mengatakan, second NDC akan membandingkan pengurangan emisi GRK terhadap tahun rujukan atau reference year 2019, yang berbasis inventarisasi Gas Rumah Kaca. Dengan demikian, pengurangan emisi GRK tidak lagi menggunakan baseline business as usual.
“Dengan penggunaan tahun rujukan yang sama, maka pengurangan emisi GRK antar negara dapat dibandingkan atau diagregasikan secara lebih akurat,” kata Laksmi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/4).
Komitmen baru dalam Second NDC akan diberlakukan untuk pencapaian target pengurangan emisi GRK dengan kemampuan sendiri dan dengan dukungan internasional pada 2031 sampai 2035, yang sejalan dengan skenario 1,5°C.
Ia mengatakan di dalam dokumen Second NDC, Indonesia juga akan memutakhirkan kerangka transparansi yang mencakup Sistem Registri Nasional (SRN) dan MRV (measurement, reporting and verification).
“Ini dilakukan untuk memastikan pencapaian target NDC dan pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon untuk mendukung NDC yang terverifikasi dan berkontribusi terhadap upaya global mencegah kenaikan suhu pada 1,5°C,” ucapnya.
Selain komitmen mitigasi, Indonesia juga akan lebih memperkuat komitmen adaptasi perubahan iklim berdasarkan pelaksanaan Enhanced NDC.
Butuh Dana Jumbo
Indonesia memiliki kebutuhan besar untuk memenuhi target iklim berupa Net Zero Emission (NZE) pada 2060 dan Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) pada 2030. Berdasarkan perhitungan Kementerian Keuangan, kebutuhan dana untuk masing-masing target sebesar US$ 1 triliun dan US$ 281 miliar.
Untuk mencapai target tersebut, keuangan berkelanjutan menjadi modal besar. Salah satu upaya krusialnya adalah mendorong Nilai Ekonomi Karbon (NEK). NEK sendiri adalah konsep yang mengukur nilai moneter dari GRK yang dikeluarkan dari aktivitas ekonomi. Tujuannya untuk mengurangi emisi dan memperbaiki lingkungan.
Indonesia sudah memiliki regulasinya melalui Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Perpres ini menjelaskan bahwa NEK memiliki tiga mekanisme.
Mekanisme pertama adalah perdagangan karbon antara dua pelaku usaha melalui skema cap and trade. Karakteristik mekanisme ini adalah pengimbangan emisi melalui skema carbon off set atau aktivitas jual beli batas atas emisi dengan mengomensasikan emisi di tempat lain.
Mekanisme kedua adalah pungutan karbon. Ini merupakan kewajiban tambahan bagi para emiter atau yang mengeluarkan emisi. Pungutan karbon menggunakan instrumen pungutan pajak dan nonpajak negara.
Terakhir adalah pembayaran berbasis kerja atau result-based payment (RBP). Mekanisme ini berbentuk insentif kebijakan pengurangan emisi. Pembayaran nantinya akan diberikan setelah orang yang mengurangi emisi berhasil mencapai target pengurangan.