Pemanasan Global Imbas Ulah Manusia Naik Tajam Setahun Terakhir
Penelitian terbaru lebih dari 50 ilmuwan terkemuka dunia mengungkapkan bahwa level pemanasan global 2023 meningkat menjadi 1,43°C dari suhu pra industrialisasi (1880-1990). Menurut laporan kedua Indicators of Global Climate Change (IGCC), aktivitas manusia menyumbang 1,31°C dari total peningkatan suhu yang terjadi.
Sementara sisanya merupakan variabilitas iklim alami, khususnya El Niño pada 2023. Berdasarkan analisis IGCC, untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5°C, anggaran karbon (jumlah karbon dioksida yang dapat diemisikan) hanya sekitar 200 gigaton. Ini setara dengan emisi selama lima tahun.
Sementara, emisi gas rumah kaca tahunan mencapai rekor baru dengan jumlah emisi karbon sebesar 53 gigaton di tahun 2023.
Pada 2020, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menghitung anggaran karbon yang tersisa untuk mencapai 1,5°C adalah sekitar 500 gigaton. Meski temuan sains dan para peneliti sudah memberi peringatan, namun emisi CO2 meningkat dan pemanasan global terus berlanjut, meski temuan sains dan para peneliti sudah memberi peringatan.
“Analisis kami menunjukkan bahwa tingkat pemanasan global yang disebabkan oleh tindakan manusia terus meningkat selama setahun terakhir, meskipun tindakan iklim telah memperlambat kenaikan emisi gas rumah kaca," kata Koordinator Proyek IGCC sekaligus Direktur Priestley Centre for Climate Futures di University of Leeds, Piers Forster, dikutip Rabu (5/6).
Dia mengatakan, suhu global masih menuju ke arah yang salah dan lebih cepat dari sebelumnya.
Laporan baru ini disertai dengan data terbuka, platform sains terbuka - dasbor Indikator Perubahan Iklim Global milik Climate Change Tracker yang menyediakan akses mudah ke informasi terbaru tentang indikator iklim utama.
Temuan kunci IGCC 2024 mencatat rekor emisi GRK tahunan rata-rata yang tinggi untuk tahun 2013-2022 sebesar 53 gigaton karbon dioksida.
Konsentrasi global karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida telah meningkat sejak tahun 2019, masing-masing mencapai 419,3 ppm (parts per million), 1922,5 ppb (parts per billion), dan 336,9 ppb pada tahun 2023.
Nilai total dari effective radioactive forcing (ERF) antropogenik meningkat menjadi 2,79 watt per meter persegi (W/m2) pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun 1750.
Ketidakseimbangan energi bumi (EEI) telah meningkat dari waktu ke waktu, dari 0,79 W/m2 selama tahun 2006-2018 menjadi 0,96 W/m2 selama tahun 2011-2023. EEI adalah indikator penting untuk memantau status pemanasan global saat ini dan di masa depan. Indikator ini memberikan ukuran akumulasi kelebihan energi (pemanasan) dalam sistem iklim.
Senior Research Associate, divisi Penilaian Risiko dan Strategi Adaptasi, Pusat Perubahan Iklim Euro-Mediterania (Euro-Mediterranean Center on Climate Change atau CMCC), Anna Pirani, mengatakan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia terus menghangatkan permukaan bumi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam dekade terakhir ini.
"Kita tahu bahwa dengan setiap peningkatan pemanasan, frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem meningkat," ujarnya.
Pada 2023, dia mengatakan, Eropa mengalami gelombang panas ekstrem dan kebakaran hutan yang besar, banjir, dan kekeringan. Risiko iklim menjadi semakin kompleks dan menantang untuk dikelola di seluruh Eropa.
Ketua Pemodelan Matematika Sistem Iklim, University of Exeter, Prof Pierre Friedlingstein FRS, mengatakan Laporan Indikator Perubahan Iklim Global menunjukkan bahwa anggaran karbon yang tersisa untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 1,5°C sangat kecil, sekitar 5 tahun dari emisi saat ini. Semua negara perlu mengurangi emisi GRK mereka secepat mungkin.
Dia mengatakan, emisi Uni Eropa menurun, tetapi tidak cukup cepat. Penurunan tersebut rata-rata kurang dari 2% per tahun selama 10 tahun terakhir.
" Mereka harus mengurangi tiga kali lebih cepat agar sejalan dengan komitmen Uni Eropa untuk mengurangi emisi sebesar 55% pada tahun 2030," ujarnya.