Mayoritas Warga Indonesia Setuju Beralih dari Bahan Bakar Fosil
Survei opini publik yang diselenggarakan oleh United Nations Development Programme (UNDP), serta bekerjasama dengan University of Oxford, Inggris, dan GeoPoll menyatakan 55 persen masyarakat Indonesia setuju untuk segera beralih dari bahan bakar fosil. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mempercepat penggunaan kendaraan listrik.
"Mengganti bahan bakar fosil dengan energi ramah lingkungan sangat penting untuk membatasi perubahan iklim, namun emisi energi masih terus meningkat hingga saat ini," kata survei tersebut, dikutip Selasa (2/7).
Survei tersebut juga menunjukan bahwa 86 % masyarakat Indonesia ingin pemerintah meningkatkan upaya dalam mengatasi krisis iklim. Administrator UNDP, Achim Steiner menjelaskan hasil suvei Peoples' Climate Vote yang menunjukan bahwa 60% masyarakat Indonesia menyatakan mereka lebih khawatir tentang perubahan iklim.
"Peoples' Climate Vote jelas dan tegas: Masyarakat dunia ingin para pemimpin mereka mengesampingkan perbedaan dan bertindak sekarang untuk mengatasi krisis iklim," ujar Achim.
Selain itu, 80% masyarakat Indonesia menilai negara kaya harus memberikan lebih banyak bantuan kepada negara miskin dalam melakukan transisi energi. Pasalnya, negara-negara miskin membutuhkan lebih banyak uang untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim karena mereka tidak memiliki tingkat infrastruktur atau sumber daya yang sama dengan negara-negara kaya.
Perubahan iklim yang terjadi akibat terus menigkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) membuat semua negara di dunia harus berbenah dalam mengatisipasi terjadinya bencana. Meski begitu jika dilihat dari ekonomi negara di dunia, negara dengan perokomian maju atau kaya harus memberikan bantuan terhadap negara dengan perekonomian rendah atau miskin untuk mengatasi perubahan iklim.
Berdasarkan survei tersebut, sebanyak 80% masyarakat indonesia menginginkan lebih banyak bantuan dari negara kaya ke negara miskin, 14% masyarakat menyebut bahwa hampir sama seperti saat ini, 3% menyebut kurang membantu, dan 3 % menyebut tidak tahu.
Kondisi tersebut tak terlepas dari adanya kekhawatiran masyarakat akan dampak daripada perubahan iklim. Dimana, 60% masyarakat Indonesia lebih khawatir akan perubahan iklim, 29 % khawatir, 14 % tidak khawatir dan 1 % tidak tahu.
Kekhawatiran disebabkan kondisi yang dialami masyarakat Indonesia akibat dampak perubahan iklim. Dimana, 56% mengatakan bahwa dampak perubahan iklim lebih buruk dari biasanya, 35% menyebutkan hampir sama dari biasanya, 8% menyebut lebih baik dari biasanya, dan 1% tidak tahu.
Dengan kondisi itu, 86% masyarakat Indonesia ingin pemerintah memperkuat upaya dalam menghadapi perubahan iklim, sedangkan 10% menginginkan pemerintah menjaga apa yang telah dilaksanakan, 2 % ingin perlemahan penganan, dan 2% menjawab tidak tahu.
Achim menyebut, survei ini terdiri dari 15 pertanyaan tentang perubahan iklim yang diajukan ke 75.000 orang dalam 87 bahasa di 77 negara, termasuk Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dirancang untuk memahami pengalaman masyarakat terkait dampak perubahan iklim dan respons yang diinginkan dari pemerintah.
Dimana, megara-negara yang disurvei mewakili 87 persen dari populasi global. Ia mengatakan bahwa hasil survei ini – dengan cakupan yang belum pernah dilakukan sebelumnya – menunjukkan konsensus mengejutkan.