AS, Kanada, Eropa Naikkan Tarif Impor Mobil Listrik Cina, Akan Beralih ke RI?
Sejumlah negara memperketat impor mobil listrik dari Cina dengan menaikkan tarif impor mulai dari Amerika Serikat hingga Uni Eropa. Terakhir, Kanada bahkan menetapkan tarif impor sebesar 100% khusus mobil listrik Cina.
Kebijakan tersebut membuat Cina yang merupakan produsen mobil listrik terbesar dunia berpotensi mencari pasar baru, termasuk Asia Tenggara. Penjualan mobil listrik di Indonesia bahkan meroket awal tahun ini.
Menurut data Gaikindo, volume wholesale mobil listrik tipe battery electric vehicle (BEV) di Indonesia selama Januari-Juli 2024 mencapai 17,8 ribu unit. Angka penjualan dari produsen ke distributor ini tumbuh 158% dibanding Januari-Juli tahun lalu (cumulative-to-cumulative) yang hanya 6,9 ribu unit.
Dari data tersebut, mobil listrik buatan pabrik Cina mendominasi penjualan di Indonesia. Delapan dari 10 jenis mobil listrik terlaris di Indonesia periode Januari-Juli 2024, merupakan mobil listrik Cina.
Hanya dua jenis mobil listrik yang merupakan buatan produsen selain Cina yaitu Morris Garage 4 dan Hyundai Ioniq. Adapun BYD merupakan pendatang baru di Indonesia dan baru tercatat mulai Juni 2024.
Berikut 10 mobil listrik BEV terlaris di Indonesia berdasarkan penjualan periode Januari-Juli 2024:
1. Chery Omoda E5: 3.036 unit
2. Wuling Binguo 410 KM DC: 2.136 unit
3. Wuling Cloud 460 KM: 2.097 unit
4. Morris Garage 4 EV Magnify: 1.518 unit
5. BYD Atto 3 Superior Extended Range: 1.194 unit
6. Wuling Binguo 333 KM DC: 1.134 unit
7. BYD Seal Performance: 1.011 unit
8. BYD Seal Premium Extended Range: 978 unit
9. Hyundai Ioniq 5 Signature Extended: 724 unit
10. Wuling Air EV Lite: 626 unit
Masih Terganjal Daya Beli
Merespon hal tersebut, Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie Sugiarto, menilai kebijakan negara-negara maju dalam memperketat impor mobil listrik Cina tidak akan berpengaruh signifikan terhadap Indonesia. Pasalnya, penjualan mobil listrik di Indonesia masih terganjal daya beli.
"Saya rasa tidak akan membludak, kan tergantung daya beli masyarakat Indonesia," ujar Jongkie saat dikonfirmasi Katadata, Rabu (28/8).
Dia mengatakan, daya beli masyarakat Indonesia berada pada mobil dengan kisaran Rp 300 juta kebawah. Kondisi tersebut tak lepas dari pendapatan per kapita di Indonesia yang masih berada di angka US$ 5.000.
Selain itu, Jongki mengatakan, pemberian insentif juga belum mampu mendorong pembelian mobil listrik secara optimal. "Dengan insentif pun harganya masih di kisaran Rp 400 juta, jadi yang mampu beli kan terbatas," ujarnya.