Indonesia Berpotensi Rugi Rp 50 Triliun Akibat Kebijakan Anti Deforestasi UE

Image title
23 Oktober 2024, 17:30
Panorama tutupan hutan Gunung Kerinci (3805 mdpl) yang sebagian kawasannya telah beralih fungsi menjadi perkebunan terlihat dari Kayu Aro, Kerinci, Jambi, Sabtu (1/8/2020). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI mengatakan Indonesia terus me
ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/hp.
Panorama tutupan hutan Gunung Kerinci (3805 mdpl) yang sebagian kawasannya telah beralih fungsi menjadi perkebunan terlihat dari Kayu Aro, Kerinci, Jambi, Sabtu (1/8/2020). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI mengatakan Indonesia terus mengupayakan percepatan pemulihan hutan dan lahan di tanah air agar deforestasi tidak melebihi laju rehabilitasi pada 2030.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Kementerian Pertanian (Kementan) menilai Indonesia bisa rugi Rp 50 triliun per tahun jika kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau Aturan Deforestasi Uni Eropa diterapkan. Pasalnya kontribusi sawit terhadap neraca perdagangan komoditas pertanian sekitar 75,8 persen dari total nilai ekspor.

Aturan EUDR mengharuskan importir komoditas membuktikan barang mereka tidak ditanam di lahan deforestasi. Perusahaan harus memetakan dan melacak rantai pasok hingga hulu, jika ingin menembus pasar Eropa. Aturan tersebut bisa menyebabkan sebagian produksi CPO Indonesia tidak bisa ekspor ke eropa.

"Diperkirakan Indonesia akan kehilangan Rp 30-50 triliun per tahun, manakala kita tidak bisa masuk pasar Eropa, atau sekitar US$ 2,17 miliar," ujar,Ketua Tim Kerja Pemasaran Internasional Ditjen Perkebunan Kementan, Muhammad Fauzan Ridha dalam diskusi virtual Rabu (23/10).

Fauzan mengatakan neraca perdagangan bisa terganggu jika sebagian perusahaan tidak dapat memenuhi ketentuan EUDR. Pasalnya kontribusi sawit terhadap neraca perdagangan komoditas pertanian sekitar 75,8 persen dari total nilai ekspor.

"Dari sisi volume memang sawit masih mendominasi 85 persen kontribusinya kemudian nilai ekspor 75,8 persen dibandingkan komoditas perkebunan lainnya," ujarnya.

Dampak lainya adalah terganggunya penyerapan produksi 41,3 persen lahan perkebunan sawit di Indonesia yang merupakan petani skala kecil yang masih menggantungkan kehidupannya pada budidaya sawit.

"Kemungkinan pengaruh yang besar terhadap 41,3 persen small holder ini, jadi 6,77 juta hektare ini akan terdampak terhadap penyerapan produksinya," tuturnya.

Selain itu, ancaman lainya menyasar ke produksi CPO di ruang lingkup petani kecil. Dimana, berdasarkan data BPS rata-rata nilai produksi komoditas pertanian selama satu tahun di petani skala kecil sekitar 5,9 juta ton.

Dengan adanya kebijakan tersebut maka berpotensi mengganggu pendapatan petani. Pasalnya, produksi CPO yang dihasilkan oleh petani akan terdampak ditengah terganggunya penyerapan untuk ekspor.

Dia mengatakan kebijakan EUDR juga mengancam keberlangsungan tenaga kerja. Berdasarkan data Kementan terdapat 5,5 juta tenaga kerja langsung di sektor perkebunan sawit, serta 17 juta tenaga kerja tidak langsung.

"Tenaga kerja tidak langsung dan buruh-buruh harian di industri, kemudian di lahan-lahan petani, ini akan terdampak pada saat nanti penyerapan produk sawitnya akan terganggu akses pasarnya," ujar Fauzan.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...