Banyak Lahan Tumpang Tindih di Wilayah Folu Net Sink, Target Sulit Tercapai

Tia Dwitiani Komalasari
28 April 2025, 11:47
Wisatawan menaiki perahu menyusuri hutan mangrove di kawasan ekowisata mangrove Batu Lumbang, Denpasar, Bali, Sabtu (26/4/2025). Wisata keliling kawasan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai yang dibuka sejak akhir tahun 2023 itu setiap bulannya r
ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/rwa.
Wisatawan menaiki perahu menyusuri hutan mangrove di kawasan ekowisata mangrove Batu Lumbang, Denpasar, Bali, Sabtu (26/4/2025). Wisata keliling kawasan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai yang dibuka sejak akhir tahun 2023 itu setiap bulannya rata-rata dikunjungi oleh 2.400 wisatawan dan telah menjadi kegiatan usaha baru yang meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya para nelayan setempat.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Yayasan Genesis menyatakan banyak wilayah Folu Net Sink yang ternyata tumpang tindih dengan pemanfaatan kawasan hutan. Kondisi itu bisa menyebabkan target Folu Net Sink tidak tercapai. 

Folu Net Sink adalah keadaan di mana sektor kehutanan dan lahan (Folu) Indonesia menyerap lebih banyak karbon daripada yang dilepaskan ke atmosfer pada 2030. Ini merupakan target ambisius yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengendalikan perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor FOLU

Hasil investigasi Yayasan Genesis Bengkulu menunjukkan lebih dari 40.000 hektare lahan yang masuk wilayah program Folu Net Sink 2030 di Bengkulu ternyata tumpang tindih dengan pemanfaatan kawasan hutan.

"Banyak sekali tumpang tindih dengan izin pertambangan, peminjaman kawasan hutan dan aktivitas-aktivitas yang sifatnya eksploitatif," kata Manajer Kampanye Kehutanan Genesis Bengkulu Angga Kurniawan dikutip dari Antara, Senin (28/4).

Menurut Angga, Setidaknya ada tiga lokasi yang diinvestigasi Genesis terjadi tumpang tindih lahan dalam wilayah kerja Folu Net Sink 2030 untuk wilayah Bengkulu. Tiga lokasi itu adalah di PT Bentara Agra Timber Kabupaten Mukomuko tumpang tindih sekitar 8.400 hektare, kemudian PT Anugerah Pratama Inspirasi (API) Kabupaten Bengkulu Utara sekitar 16.900 hektare, dan PT Energi Swa Dinamika Muda (ESDMu) Kabupaten Seluma sekitar 24.900 hektare.

Angga mengatakan program Folu Net Sink 2030 di Provinsi Bengkulu berpotensi tidak tercapai kalau lahan yang menjadi wilayah program masih dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan eksploitatif. Langkah-langkah mitigasi perlu dilakukan untuk memastikan luasan wilayah program Folu Net Sink di Bengkulu benar-benar sesuai dengan rencana kerja yang sudah ditetapkan pemerintah.

Dia mengatakan bentuk keseriusan Indonesia dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), mengendalikan perubahan iklim serta mitigasi dampaknya dibuktikan dengan menerbitkan kebijakan Folu Net Sink 2030. Program itu tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 98 tahun 2021 tentang penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional dan pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional.

Kebijakan itu diharapkan dapat menciptakan kondisi dimana tingkat serapan karbon bisa lebih tinggi dari tingkat emisi pada 2030. Hal itu dilakukan melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan.

 Rencana kerja Folu Net Sink 2030 di 28 Provinsi Indonesia dengan luasan mencapai 77.787.880 hektare, yang dibagi menjadi 12 arahan pelaksanaan mitigasi. Dalam perencanaan tersebut, Provinsi Bengkulu menjadi salah satu wilayah kerja Folu Net Sink 2030 dengan luas wilayah kerja mencapai 364.167 hektare.

Merujuk peta rencana kerja sub nasional, arahan pelaksanaan aksi mitigasi Indonesia's forestry and other land use (Folu) net sink 2030 tersebut, secara umum wilayah kerja mitigasi Folu Net Sink di Bengkulu berada di kawasan hutan dengan fungsi hutan lindung, hutan produksi bahkan di beberapa titik di area peruntukan lain.

Wilayah-wilayah itu merupakan kawasan bernilai tinggi karena menjadi daerah tangkapan air, hulu sungai, daerah dengan kemiringan terjal dan perbukitan, serta kawasan yang menjadi habitat satwa langka seperti harimau sumatera dan gajah sumatera.

"Namun sayangnya beberapa area dan kawasan telah dibebani izin yang bersifat eksploitatif yang akan mengubah bentang alam saat beroperasi, bahkan dapat menjadi sumber bencana. Seperti tambang emas dan batu bara serta izin penebangan kayu di hutan alam," ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...