Kemenhut dan OJK Kerja Sama Kembangkan Potensi Nilai Ekonomi Karbon Perhutsos
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepakat meningkatkan kerja sama strategis, salah satunya untuk pengembangan potensi nilai ekonomi karbon (NEK) pada kawasan perhutanan sosial.
Penandatanganan nota kesepahaman antara keduanya dilaksanakan di Bandar Lampung, pada Jumat (29/8) lalu. Hal ini menjadi bagian dari rangkaian kick-off pengenalan pengembangan potensi nilai ekonomi karbon perhutanan sosial di Indonesia. Dalam hal ini, Provinsi Lampung menjadi lokasi percontohan.
Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, menyebut adanya akses legal dan dukungan pendanaan, dapat membantu petani hutan untuk menekan laju deforestasi sekaligus menghasilkan produk bernilai tambah.
Dari delapan area kerja sama Kemenhut dan OJK, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyebut skema permodalan perhutanan sosial jadi perhatian utama.
“Bagaimana para petani yang sudah diberikan akses terhadap kawasan hutan melalui skema perhutanan sosial itu dapat atau memiliki akses terhadap permodalan, terutama di sektor perbankan,” kata Menteri Raja Juli, di Bandar Lampung, pada Jumat (29/8).
Hal ini merupakan bagian dari kerja sama untuk peningkatan literasi dan inklusi keuangan di wilayah kehutanan.
Tujuh area kerja sama lainnya adalah pengembangan bauran kebijakan sektor jasa keuangan dan sektor kehutanan; pengembangan produk, jasa, dan infrastruktur keuangan berkelanjutan; dan pengembangan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia.
Kerja sama lainnya berupa penyediaan tenaga ahli atau narasumber di bidang kehutanan serta sektor jasa keuangan; penyusunan kajian dan/atau penelitian; dan penyediaan, pertukaran, atau pemanfaatan data atau informasi.
Perhutanan Sosial di Indonesia
Menurut catatan Kementerian Kehutanan, saat ini terdapat 8,3 juta ha perhutanan sosial dari target 12,7 juta ha di seluruh Indonesia.
Jumlah tersebut terbagi dalam 11.065 unit Surat Keputusan Perhutanan Sosial, dengan nilai ekonomi nasional diperkirakan mencapai Rp 540,37 miliar.
Kementerian Kehutanan juga mencatat adanya 15.766 kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) yang terbagi menjadi beberapa kelas. Pembagian tersebut dilakukan berdasarkan kemampuan KUPS, menjadi KUPS Biru, Perak, Emas, dan Platina.
KUPS tergolong Emas dan Platina ketika sudah memiliki akses modal, baik itu mandiri, bantuan, maupun pinjaman. Jumlahnya baru sekitar 1.470 KUPS dari total 15.766 KUPS. Sementara itu, ribuan KUPS lainnya baru memiliki unit usaha maupun baru mengidentifikasi potensi usahanya.
