KLH Sebut Audit Lingkungan PT Gag Nikel Masih Berlangsung
PT Gag Nikel kembali mendapatkan izin operasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejak Rabu (3/9) lalu. Izin ini memungkinkan perusahaan melanjutkan kegiatan operasinya di Pulau Gag, Papua Barat Daya.
Sebelumnya, izin operasional perusahaan dihentikan sementara pada 5 Juni lalu, menyusul protes masyarakat atas dampak lingkungan yang ditimbulkan di pulau kecil yang tidak jauh dari kawasan Raja Ampat itu.
Meski izin operasi PT Gag Nikel kembali dibuka, Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Rizal Irawan, menyebut proses audit lingkungan PT Gag Nikel masih berlangsung.
“Masih berproses (audit lingkungan),” kata Rizal, dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta, Rabu (17/9).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan pembukaan izin operasi PT Gag Nikel untuk keperluan audit lingkungan secara menyeluruh. “Itu 'kan harus dalam kondisi operasi,” kata Tri, di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (15/9).
Rizal menekankan, audit lingkungan menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Namun, hasil audit itu akan diserahkan kepada kementerian lain, dalam hal ini Kementerian ESDM.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, sebelumnya menjelaskan, audit lingkungan terhadap aktivitas perusahaan ini perlu dilakukan. Tujuannya, untuk meyakinkan masyarakat bahwa dampak lingkungan yang ditimbulkan dapat dimitigasi dengan baik.
Hanif juga menyampaikan, Presiden Prabowo Subianto meminta penataan dan pengawasan intens pada PT Gag Nikel.
Kritik Aktivitas Pertambangan di Pulau Kecil
Greenpeace Indonesia telah melakukan serangkaian protes terhadap aktivitas pertambangan yang dilakukan korporasi di pulau-pulau kecil. Di antaranya adalah pertambangan yang berada di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, aktivitas pertambangan tidak diizinkan di pulau kecil.
Pemanfaatan pulau kecil hanya untuk konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian, budidaya laut, pariwisata, pertanian organik, peternakan, usaha perikanan dan kelautan, serta pertahanan dan keamanan negara.
Analisis Greenpeace Indonesia menyebutkan tambang nikel di ketiga pulau itu sudah menghabiskan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami khas.
Dokumentasi juga memperlihatkan keberadaan limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir. Hal ini dapat memicu kerusakan karang dan ekosistem perairan Raja Ampat. Padahal, UNESCO telah menetapkan kawasan Raja Ampat sebagai Global Geopark.
