Utusan PBB: 2,2 Miliar Penduduk Tak Punya Akses ke Air Minum yang Aman
Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Air, Retno Marsudi, menyatakan kondisi sumber daya air dunia saat ini tidak baik-baik saja. Krisis air semakin mengkhawatirkan, bahkan mengancam sektor pertanian yang menjadi penyedia pangan dunia.
“2,2 miliar orang di dunia hidup tanpa pelayanan air minum yang dikelola dengan aman. Satu dari empat orang di dunia tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman,” ujar Retno dalam acara Dialog Ketahanan Pangan PYC, Rabu (26/11).
Ia menambahkan, sebanyak 3,5 miliar orang masih kekurangan sanitasi yang aman, sementara 702 juta lainnya tinggal di negara dengan tingkat stres air tinggi atau kritis. Menurutnya, krisis ini juga mengancam sektor pertanian yang menjadi tumpuan penyediaan pangan dunia.
“Sekitar 3,2 miliar orang (di dunia) tinggal di kawasan pertanian yang menghadapi kekurangan air tinggi atau sangat tinggi,” kata Retno.
Tanpa perbaikan signifikan, ketahanan pangan akan terus rapuh. Retno mengatakan dari seluruh air di bumi, hanya 0,5% yang merupakan air tawar yang dapat digunakan secara berkelanjutan. Di sisi lain, kebijakan yang dibangun secara sektor demi sektor (silo) membuat persoalan semakin kompleks.
“Sayangnya, dengan tantangan yang sangat besar ini, puluhan tahun kita selalu merancang kebijakan yang terpisah-pisah. Contohnya, kebijakan pangan dibuat tanpa mengumpul neraca air, kebijakan energi dibuat tanpa dampak hidrologi, kebijakan air dibuat tanpa mempertimbangkan kebutuhan pangan dan energi, dan seterusnya,” kata Retno.
Ia menekankan bahwa air merupakan penentu utama keberhasilan pembangunan. Sebanyak 72% air tawar digunakan untuk pertanian, dan 90% pembangkit listrik global bergantung pada air dalam proses produksi maupun pendinginan.
“Air adalah fondasi yang menyokong ketahanan pangan dan energi. Tanpa pengelolaan air yang aman, stabil, dan berkelanjutan, kedua sektor tersebut tidak akan terwujud,” ujarnya.
Strategi untuk Atasi Krisis Air
Untuk memperbaiki situasi ini, Retno menyampaikan pentingnya kerja sama global lintas sektor dan menyusun tata kelola yang saling terintegrasi. Ia menawarkan empat langkah utama yang disebut 4I, sebagai berikut:
- Investasi
Pembangunan infrastruktur air yang tangguh iklim, termasuk solusi berbasis alam seperti restorasi lahan basah dan perlindungan daerah tangkapan air. Ia juga menyoroti minimnya pendanaan air. Sebanyak 91% pembangunan infrastruktur masih bergantung pada pemerintah dan negara berkembang hanya mengalokasikan 0,5% dari produk domestik bruto (PDB) untuk infrastruktur air. Padahal, investasi air tidak hanya menguntungkan secara ekonomi. "Untuk setiap dolar yang dibelanjakan untuk air, akan menghasilkan return US$ 4,5," ujar Retno mengutip data Bank Dunia. - Inovasi Teknologi
Mulai dari efisiensi irigasi, varietas tanaman hemat air, hingga pemanfaatan kembali limbah air dan digitalisasi pemantauan. - Integrated Governance (Tata kelola air yang terintegrasi)
Tata kelola air yang terkoordinasi lintas kebijakan dan berbasis data terpadu. - Inklusivitas
Transformasi air harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan dengan menempatkan masyarakat sebagai pusat kebijakan. "Selalu tempatkan rakyat di pusat kebijakan kita," kata Retno.
