Potensi Denda Pelanggar B20 Mencapai Rp 270 Miliar
Pemerintah sudah mengidentifikasi besaran sanksi bagi badan usaha yang tidak mematuhi kebijakan perluasan pencampuran minyak sawit ke Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar nonsubsidi sebesar 20% atau Program B20. Kebijakan ini mulai berlaku sejak 1 September 2018.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan potensi denda tersebut bisa mencapai miliaran rupiah. “Di pertemuan terakhir Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian itu potensi temuan awal kurang lebih Rp 270 miliar,” kata dia di Jakarta, Selasa (9/10).
Rida mengaku lupa jumlah perusahaan yang akan dikenakan sanksi. Namun, lebih banyak badan usaha penyedia Bahan Bakar Nabati (BBN) yang disanksi daripada perusahaan penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM).
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1936 K/10/MEM/2018 terdapat 44 badan usaha BBN yang berkontrak untuk penyaluran minyak sawit (Fatty Acid Methyl Esters/FAME) dengan 11 BU BBM. Total volumenya sebesar 940.407 liter.
Dari angka tersebut diketahui bahwa hampir setengah dari total volume yang belum disalurkan. Bahkan, hingga akhir September, hanya enam perusahaan BMM yang sudah meneken kontrak dengan badan usaha BBN untuk pemasok bahan bakar nabati.
Rida tidak membantah implementasi kebijakan itu memang tak berjalan mulus. Salah satu kendalanya ada di logistik dan pengangkutan.
Namun, menurut Rida, ini bukan karena tidak ada mitigasi, melainkan di luar ekspektasi awal. “Waktu kemarin hanya ngecek jumlah kapal, cukup. Ternyata belakangan, kapalnya itu harus punya spesifikasi khusus," kata Rida.
(Baca: Enam Badan Usaha Diduga Melanggar Implementasi B20)
Adapun penetapan denda Rp 6 ribu per liter mengacu Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 tahun 2018 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel dalam kerangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit. Aturan ini berlaku sejak 24 Agustus 2018.