Kemendag Pacu Ekspor Biomassa Cangkang Sawit ke Jepang
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendorong ekspor biomassa ke Jepang dengan menggelar business matching atau penjajakan kesepakatan dagang secara virtual dengan Japan External Trade Oranization (JETRO).
Tujuan business matching ini adalah untuk mendukung pengembangan energi alternatif berbasis sumber energi terbarukan. Business matching memfasilitasi pertemuan antara dua pelaku usaha penyuplai tenaga biomassa di Jepang dengan enam pengusaha cangkang sawit Indonesia.
Biomassa dianggap sebagai sumber energi terbarukan yang menawarkan peluang potensial untuk berkontribusi pada pasokan energi global. Hal ini karena banyaknya industri yang mulai beralih dari batubara ke cangkang sawit yang sebelumnya merupakan limbah industri sebagai bahan bakar.
“Memacu ekspor biomassa ke Jepang merupakan salah satu cara Indonesia untuk memanfaatkan peluang yang ada. Indonesia akan menjadikan cangkang sawit sebagai salah satu komoditas ekspor unggulan,” kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kasan dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (9/4).
Menurut Kasan, Jepang menjadi target pasar untuk meningkatkan penyerapan cangkang sawit yang di dalam negeri hanya mencapai 25 - 30%, dan sisanya menjadi limbah.
Presiden Direktur Jetro Jakarta Keishi Suzuki menjelaskan bahwa business matching merupakan kegiatan kedua yang diselenggarakan bersama antara Kemendag dengan Jetro Jakarta. Business matching pertama digelar selama dua hari, yaitu pada 13 dan 16 November 2020.
Business matching tahun lalu PT Prima Khatulistiwa Sinergi berhasil mendapatkan kontrak ekspor cangkang sawit ke Jepang. Perusahaan yang berbasis di Pekanbaru, Riau, ini akan mengirimkan 10 ribu ton cangkang sawit pada Mei mendatang. Nantinya pemesanan cangkang sawit diperkirakan akan meningkat menjadi 150 ribu ton per tahun.
Direktur Pengembangan Kerja Sama Ekspor Kemendag, Marolop Nainggolan menambahkan, pemerintah Jepang tengah membangun 90 pembangkit listrik tenaga biomassa. Namun, pembangkit listrik tersebut membutuhkan pasokan bahan bakar yang stabil dalam jangka panjang.
Produk turunan dari kayu seperti cangkang sawit (palm kernel shell), tangkai kelapa sawit (palm husk), dan kayu pelet (woodpellet) berpotensi menjadi bahan bakar yang baik dalam industri biomassa. Jepang menargetkan peningkatan energi terbarukannya sekitar 22 - 24% pada 2030.
Di samping peluang yang begitu besar, lanjut Marolop, harga yang diberikan pelaku usaha Indonesia masih kurang kompetitif akibat besarnya pungutan ekspor yang fluktuatif. Hal ini mengakibatkan eksportir cangkang sawit kesulitan menandatangani kontrak penjualan yang umumnya dilakukan dalam jangka panjang.
“Untuk itu, Pemerintah Indonesia berkomitmen mencari solusi dalam menjadikan sektor cangkang sawit sebagai komoditas siap ekspor dan berdaya saing dengan menghapus pungutan ekspor sebagai salah satu alternatif solusi,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Kemendag, total perdagangan Indonesia dan Jepang pada 2020 sebesar US$ 2,32 miliar. Dari nilai tersebut, ekspor Indonesia ke Jepang sebesar US$ 1,22 miliar dan impor sebesar US$ 1,09 miliar.