Adaro Masuk ke Bisnis Hijau Tanpa Tinggalkan Batu Bara
PT Adaro Energy Tbk berencana meluncurkan satu pilar bisnis baru yang kesembilan bernama Adaro Green Initiative. Perusahaan mengklaim akan berkomitmen dalam menghadirkan energi yang lebih bersih di Indonesia.
Pilar tersebut merupakan bisnis yang terbaru selain di bidang pertambangan, lahan, air, hingga modal. Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir atau Boy Thohir mengatakan perusahaan akan mendiversifikasi bisnisnya ke segmen energi yang lebih hijau dengan alasan untuk mendukung langkah pemerintah dalam menekan perubahan iklim.
"Untuk itulah kami juga sekarang lagi terus membentuk pilar ke sembilan kita. Itu Adaro Green Initiative," kata Boy dalam diskusi secara virtual, Senin (19/4).
Meski saat ini perusahaan berencana mengembangkan bisnis berwawasan lingkungan, tapi perusahaan tidak akan meninggalkan bisnis utama yakni batu bara. Apalagi beberapa negara pelanggan seperti Jepang, Korea Selatan, Indonesia sudah mulai melakukan kombinasi batu bara dengan biomassa sebagai upaya menekan emisi.
Menurut Boy potensi pengembangan dan pasar biomassa di Indonesia cukup besar sekali. "Secara emisi karbon akan lebih baik. Kami akan mulai masuk ke biomassa," ujarnya.
Selain itu, perusahaan juga akan menggenjot pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan. Misalnya melalui melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) atau angin dan Pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Meski begitu, perusahaan akan lebih fokus pada pengembangan PLTS dan PLTA. "Ke depan, ini bisa jadi bisnis juga bisa dapat carbon credit. Nah ini mau kita seriuskan," ujarnya.
Perusahaan juga bakal serius untuk terjun ke bisnis bahan bakar hidrogen. Langkah ini diambil di tengah banyaknya perusahaan global yang mulai terjun ke dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik atau electric vehicle.
"Kalau bicara green, menurut hemat saya hidrogen. Itu benar-benar dari air dijadikan liquid dimasukkan ke mobil nanti keluarnya di knalpot air lagi," kata dia.
Saat ini Jepang juga tengah gencar melakukan pengembangan ke jenis bahan bakar tersebut. Hal ini mengingat produksi listrik untuk mengisi daya kebutuhan EV sangat terbatas di negara itu.