IESR Ragu Pendanaan JETP Bisa Bawa Indonesia Capai Target NZE 2060
Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai rencana pemerintah mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 tak mudah dicapai. Apalagi, bila pemerintah hanya mengandalkan pendanaan iklim Just Energy Transition Partnership atau JETP yang hanya berfokus pada sektor pembangkit listrik.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan skema pendanaan JETP senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 310 triliun hanya mengakomodir program terminasi pembangkit listrik fosil. JETP juga hanya menyasar pembangunan pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT).
"JETP hanya fokus pada power listrik, padahal untuk mencapai net zero harus mengikis emisi dari sektor industri, transportasi, energi, dan sektor perumahan," kata Fabby di Djakarta Theater pada Sabtu (24/6).
Merujuk laporan kinerja Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) 2022, emisi gas rumah kaca tahun 2021 secara nasional meningkat 8,62% dari tahun sebelumnya. Adapun besaran emisi gas rumah kaca pada 2021 mencapai 595,86 juta ton Co2e, naik 1,98% dari tahun 2020.
Sumber emisi pada sektor energi meliputi emisi energi industri yang berasal dari penggunaan bahan bakar pada pembangkit listrik, panas, kilang minyak, dan proses batu bara. Diikuti oleh penggunaan bahan bakar pada transportasi dan kegiatan manufaktur.
Selain dari sektor energi, KLHK juga mencatat sumber emisi gas rumah kaca nasional juga berasal dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan (FoLU) sebesar 249,7 juta ton CO2e pada 2021. Kemudian sektor limbah sebesar 129,9 juta ton CO2e, pertanian 105,8 juta ton CO2e dan proses industri dan penggunaan produk (IPPU) sebesar 59,3 juta ton CO2e.
Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan
Fabby menilai keberhasilan mewujudkan NZE 2060 bergantung pada kemauan politik pemerintah untuk mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan. Satu di antaranya adalah memperbaiki tata kelola instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap yang dinilai masih belum optimal.
"Jadi kalau kita ingin mencapai net zero, maka semua sektor energi itu harus diturunkan. Harus ada kemauan politik yang diturunkan dalam bentuk regulasi yang mendukung," ujar Fabby.
Menurut Fabby sejumlah pelaku usaha jasa instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap menyayangkan rencana Kementerian ESDM untuk menetapkan termin pengajuan permohonan pemasangan PLTS Atap menjadi dua kali per tahun, yakni tiap Januari dan Juli. Ketetapan yang akan diatur revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tersebut dinilai dapat berdampak negatif bagi industri pemasangan PLTS Atap.