Target Bauran EBT 34% pada 2030, Pemerintah Diminta Ciptakan Terobosan
Pemerintah meningkatkan target porsi energi baru dan terbarukan (EBT) nasional menjadi 34% pada 2030, dari sebelumnya hanya 23,4%.
Sementara itu, porsi EBT nasional pada 2025 ditargetkan sebesar 23%. Padahal, data Kementerian ESDM menunjukkan porsi EBT hingga pertengahan 2023 masih berada di level 12%. Porsi EBT dalam bauran energi primer bahkan hanya naik 0,1% sepanjang 2022.
Menanggapi hal tersebut, Peneliti dan Manajer Program Trend Asia, Andri Prasetyo mengatakan secara realistis target tersebut sulit tercapai. Hal itu mengingat bauran EBT di Indonesia hanya bertambah maksimal 0,8% setiap tahunnya.
Untuk itu, dia meminta pemerintah agar lebih realistis dalam menargetkan bauran EBT tersebut.
“Jadi tiap tahunnya saja naik cuma sedikit, 1% saja kurang. Ini tinggal dua tahun lagi untuk mengejar sekitar 11% dengan jumlah target bauran 23% itu. Kalau pemerintah tidak melakukan terobosan baru, target itu akan gagal,” kata dia.
Dia menyarankan pemerintah Indonesia berupaya kuat untuk bisa mencapai target EBT 34% pada 2030 dengan beberapa cara. Salah satunya, dengan melarang kembali pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU baru, dan terus menggenjot pensiun dini PLTU batu bara.
Selain itu, pemerintah juga harus membuka ruang untuk pembangunan EBT dengan menciptakan kemampuan lingkungan energi terbarukan yang menguntungkan. Dengan begitu, investasi akan masuk, baik dari publik maupun swasta.
Sementara itu, Pengamat sekaligus Executive Director Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa, mengatakan, target bauran 23% pada 2025 bisa saja dicapai jika proyek PLTS atap dikejar hingga 8.000 megawatt (MW). Dengan demikian, pemerintah bisa mencapai sekitar 3.500-4.000 MW dalam setahun. PLTS atap dinilai paling cepat untuk menambahkan porsi EBT dalam bauran energi nasional.
“Kalau PLTS atap digeber mungkin bisa mencapai 23% itu, plus ada penambahan dari sisi penggunaan biomassa kalau bisa ditingkatkan 10% atau 5% sesuai dengan target PLN. Jadi kuncinya di situ sebenarnya,” ujar Fabby.
Target EBT itu ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Peraturan Presiden (Perpres) No.22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Sebelumnya, Dewan Energi Nasional alias DEN memproyeksikan target EBT sebesar 23% dalam energi primer nasional pada 2025 sulit tercapai, “Sudah terlambat untuk mengejar target 23% pada 2025. Mohon maaf, mungkin perlu cari orang pintar yang bisa menyulap pakai ilmu luar biasa," kata anggota DEN Herman Darnel Ibrahim dalam diskusi bertajuk 'Bagaimana strategi Indonesia mencapai target bauran 23% energi terbarukan pada tahun 2025?' pada Kamis (27/7).
Herman memberikan opsi lanjutan untuk mempertahankan tingkat pemanfaatan EBT agar lebih tinggi dari pertumbuhan pemanfaatan energi fosil. Satu di antaranya yakni mendesak PLN untuk menaati amanat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap.
Regulasi itu mengatur kapasitas instalasi PLTS atap paling tinggi 100% dari total daya listrik pelanggan rumah tangga maupun industri. Dia menilai aturan tersebut dapat meningkatkan bauran EBT di energi primer nasional.
Namun, pelaksanaan regulasi tersebut mandek seiring sikap PLN yang enggan menjalankan amanat tersebut. Saat ini, regulasi tersebut kini sedang masuk tahap revisi.
Di sisi lain, untuk mengerek capaian produksi listrik bersih, pemerintah mulai konsisten untuk mendorong input listrik bersih sebesar 500 megawatt (MW) per tahun. Angka input ini relatif kecil jika mengacu pada bauran listrik EBT, yang masih di kisaran 12,6% dari total bauran energi nasional pada 2022.
Sedangkan, untuk mengejar target bauran energi bersih 23%, pemerintah akan melakukan percepatan dengan mendaftarkan 2.000 MW setrum EBT per tahunnya. Hal ini dilakukan untuk memastikan proses rampung dalam waktu tiga tahun.