Ekonom Minta Visi Misi Capres 2024 Tunjukkan Komitmen Capai NZE
Indonesia mempunyai target untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) atau nol emisi pada 2060. Untuk itu, para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan berkontestasi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 harus memiliki komitmen dalam visi-misinya untuk bisa mencapai target NZE tersebut.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, capres dan cawepres selanjutnya harus sadar bahwa penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia adalah sektor energi dan transportasi. Dengan begitu, para capres dan cawapres harus memiliki komitmen untuk mengintervensi kedua sektor itu dengan benar.
“Penyumbang emisi karbon dari energi berarti (harus ada) kesepakatan untuk menutup Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Pembangkit untuk industri juga tidak boleh dibuat yang baru lagi. Tetapi, ini ada 14 Gigawatt di kawasan industri yang mau dibangun. Itu berarti akan memperpanjang target pencapaian NZE,” ujar Bhima saat ditemui Katadata.co.id di Jakarta, Kamis (19/10).
Untuk menurunkan emisi karbon dari sektor transportasi, Bhima meminta capres dan cawapres harus bisa mendorong masyarakat untuk memilih menggunakan transportasi umum dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Dengan begitu, dia memprediksi emisi karbon bisa turun dan polusi udara di Jakarta bisa membaik.
“Daripada mendorong menggunakan kendaraan listrik, yang belum tentu semua masyarakat bisa membelinya, walaupun sudah ada insentifnya. Lebih baik mendorong penggunaan kendaraan umum,” kata dia.
Selain itu, Bhima mengatakan untuk bisa mencapai target NZE di 2060, capres dan cawapres tidak boleh salah sasaran dalam memberikan dana subsidi untuk transisi energi. Dia mencontohkan, dana transisi energi paling tepat digunakan untuk membeli solar panel dan membagikannya kepada masyarakat kurang mampu.
“Seperti bagi-bagi rice cooker gratis itu termasuk salah sasaran subsidinya, karena tidak ada kaitan langsung dengan transisi energi,” kata Bhima.
Jika masyarakat kurang mampu mempunyai panel surya yang bisa digunakan seumur hidup, masyarakat tersebut tidak perlu membayar tagihan listrik dan subsidi listrik dari negara bisa dialokasikan ke hal lain yang lebih mendukung percepatan transisi energi.
Pemerintah Raih Rp 7,6 Triliun untuk Pensiun Dini Dua PLTU
Pemerintah Indonesia telah menerima pinjaman lunak sebesar US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,6 triliun dari dana investasi iklim atau Climate Investment Fund. Dana ini digunakan terutama untuk mempercepat pensiun dini proyek pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU batu bara.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio N. Kacaribu mengatakan, pemerintah memperoleh dana ini melalui skema mekanisme transisi energi atau Energy Transition Mechanism (ETM).
"Dari jumlah dana yang disetujui, prioritas untuk jangka pendek akan difokuskan untuk mempercepat penghentian dini dua proyek pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU batu bara sebesar 1,7 Gigawatt," ujar Febrio.
Dalam perkembangannya, dia menjelaskan, pendanaan akan ditingkatkan dengan tambahan mencapai US$ 4 miliar atau sekitar Rp 60 triliun dari Asian Development Bank (ADB), Bank Dunia, dan pendanaan lainnya, termasuk pemerintah Indonesia.
Sebagai informasi, PLN akan menghentikan operasional 6,7 gigawatt PLTU batu bara secara bertahap hingga 2040. Hal ini dilakukan dalam dua proses, yakni 3,2 GW PLTU akan setop beroperasi secara natural, dan 3,5 GW lewat skema pensiun dini.